Hadis mursal dalam Madzhab Dzahiri, bolehkah? studi pemikiran Ibnu Hazm tentang penggunaan hadis mursal dan implikasi hukumnya
Main Author: | Abidin, Achmad Azis |
---|---|
Format: | Book PeerReviewed |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
SeAP (Southeast Asian Publishing)
, 2020
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/13395/1/Achmad_Azis_Abidin_Hadis_Mursal_dalam_Madzhab_Dzahiri.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/13395/ |
Daftar Isi:
- Ibnu Hazm mendefinisikan hadis mursal lebih umum dari pendefinisian ulama hadis pada umumnya, yaitu hadis yang gugur salah satu perawinya, baik keguguran itu terjadi pada satu tingkat, dua tingkat atau lebih. Dengan demikian, hadis munqathi’, hadis mu’dhal, dan hadis muallaq menurut Ibnu Hazm termasuk kategori hadis mursal. Penolakan Ibnu Hazm terhadap kehujjahan hadis mursal didasari atas dua alasan: pertama, hadis mursal diriwayatkan oleh perawi yang tidak diketahui identitasnya (majhul), dan kedua, terdapat keterputusan pada rangkaian sanadnya (inqitha’). Ibnu Hazm merupakan ulama yang ketat dalam menggunakan nash sebagai sumber hukum. Meskipun demikian, berdasarkan hasil penelusuran, tidak semua hadis yang diteliti berstatus mursal. Didapati hasil bahwa dari sepuluh hadis yang diteliti ditemukan tiga hadis yang berkualitas shahih, yaitu hadis tentang tiga tanaman yang wajib dizakati, hadis tentang larangan laki-laki muslim menikahi menikahi Ahli Kitab, dan terakhir hadis tentang larangan mentalak istri setelah dipergauli. Adapun penolakan Ibnu Hazm terhadap kehujjahan hadis mursal berimplikasi pada ketetapan hukum fiqihnya. Implikasi hukumnya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Seorang budak dilarang berhaji sampai dimerdekakan oleh tuannya; 2) Hukum umrah wajib sama seperti hukum haji; 3) Tiga tanaman yang wajib dizakati, yaitu tanaman yang tumbuh dipermukaan bumi tanpa disirami air, gandum, dan kurma; 4) Hukum berkurban adalah sunnah hasanah, sehingga tidak dihukumi berdosa bagi orang yang meninggalkannya; 5) Harta peninggalan orang kafir dibagi berdasarkan ketentuan hukum Islam; 6) Haram seorang laki-laki muslim menikahi perempuan Ahli Kitab; 7) Tidak boleh berwasiat menikah kepada anak yatim; 8) Seorang suami tidak boleh mentalak istrinya setelah dipergauli, baik istri tersebut dalam keadaan haid maupun suci; 9) Hukum nadzar adalah makruh, kecuali untuk ketaatan kepada Allah; dan 10) Seseorang dilarang kencing dan buang hajat menghadap atau membelakangi kiblat, baik itu dilakukan di dalam sebuah bangunan atau ruangan tertutup maupun di tanah lapang atau ruangan terbuka.