Kriteria Visibilitas Hilal Menurut Pemerintah dalam Penetapan Awal Bulan Kamariah (Studi Terhadap Keputusan Menteri Agama (KMA) Tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah 1422 – 1432 H / 2001 - 2011 M)

Main Author: Suhardiman, Suhardiman
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2012
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/132/1/Suhardiman_Tesis_Sinopsis.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/132/2/Suhardiman_Tesis_Bab1.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/132/3/Suhardiman_Tesis_Bab5.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/132/4/Suhardiman_Tesis_Bibliografi.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/132/
Daftar Isi:
  • Dalam penentuan awal bulan kamariah, terdapat beberapa metode yang menjadi dasar dalam penentuannya, antara lain yaitu, dengan menggunakan metode hisab dan rukyat. Sebenarnya baik hisab maupun rukyat keduanya mempunyai sasaran yang sama, yaitu hilal. Oleh karena itu, sebenarnya antara kedua hal tersebut tidak perlu dipertentangkan lagi, melainkan sesuatu yang saling melengkapi satu sama lain. Perhitungan hisab yang benar dan akurat, tentu akan bisa dibuktikan dengan rukyat yang benar pula, akan tetapi persoalan yang masih tersisa bagi umat Islam saat ini adalah masalah kriteria imkan ar-rukyat (visibilitas hilal) yang akan digunakan. Apabila permasalahan ini dapat diatasi, maka bisa dipastikan umat Islam tidak lagi terjebak dengan perbedaan pendapat dan pandangan dari berbagai kalangan, tentang penentuan awal bulan manakala hilal berada pada posisi yang “kritis”. Berdasarkan hasil penelusuran dan analisis yang mendalam, peneliti dapat menyimpulkan bahwa kriteria visibilitas hilal yang digunakan oleh Pemerintah dalam penetapan awal bulan (Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah) tahun 1422 – 1432 H / 2001 – 2011 M. dapat disimpulkan bahwa (1) Kriteria awal bulan yang digunakan oleh pemerintah merupakan kriteria yang didasarkan pada visibilitas hilal atas kesaksian para perukyat yang diuji berdasarkan hisab yang akuratdan selanjutnya dibahas dalam forum sidang Isbat dan kemudian di putuskan oleh pemerintah. (2) Kriteria awal bulan dimaksud adalah solusi alternatif atas perbedaan pendapat dan pandangan yang selama ini terjadi dengan kriteria tinggi hilal 2 derajat dan umur bulan 8 jam dari saat ijtima’ saat matahari terbenam dengan menggunakan perhitungan sistem hisab Haqiqi Tahqiqi. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah dalam hal ini melalui Menteri Agama memiliki otoritas dan wewenang dalam menetapkan awal puasa dan hari raya dalam sidang isbat yang dilaksanakan setiap tahunnya. Melalui Ditjen Bimas Islam juga dibentuk suatu lembaga, yakni Badan Hisab Rukyat (BHR) yang bertugas melakukan pengkajian, penelitian dan pengembangan hal-hal yang berkaitan dengan hisab-rukyat dan pelaksanaan ibadah. Oleh sebab itu umat Islam juga perlu memberikan dukungan terwujudnya sebuah kalender Islam (Kalender Hijriah) yang mapan yaitu memberikan kepastian tanggal, yang tidak hanya digunakan untuk kepentingan ibadah, tetapi juga dapat menjadi sebuah kalender civil yang dapat digunakan untuk kepentingan sehari-hari, seperti bertransaksi, bisnis dan kegiatan-kegiatan administrasi lainnya