Kategorisasi Tindak Pidana Pencurian dalam Hukum Islam
Daftar Isi:
- Pencurian merupakan tindak pidana yang wajib dikenai hadd berupa potong tangan, asal memenuhi syarat-syarat yang diperlukan. Demikian hukum ini disepakati para ahli ijma (ulama mujtahidin) tidak ada ikhtilaf padanya. Memang Dengan tegas al-Qur'an menerangkan bahwa hukuman pencuri baik laki-laki maupun perempuan adalah hukuman potong tangan. Sejalan dengan itu mengenai persyaratan terhadap sifat-sifat yang bisa dianggap sebagai barang curian untuk dikenai hukuman potong tangan, diantaranya barang curian tersebut berharga, bisa dipindah milik kepada orang lain dan halal dijual, serta barang curian itu mencapai satu nisab. Dengan demikian pencuri arak dan babi tidak dikenai hukuman potong tangan karena diharamkan dan juga barang itu najis. Padahal kenyataan yang berkembang selama mi telah berlangsung jual beli terhadap sejumlah barang yang dikategorikan najis seperti kotoran ternak yang dijadikan sebagai pupuk untuk menyuburkan tanaman, demikian pula tersebar di pasaran sejumlah minyak yang terkena najis. Dari permasalahan tersebut, maka ada dua rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah kategorisasi tindak pidana pencurian dalam hukum Islam? Bagaimanakah signifikansi hukum pidana Islam dalam tindak pidana pencurian dilihat dan hukum positif. Jenis Penelitian adalah kepustakaan, adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, deskriptif analisis, konten analisis dengan pendekatan sosiohistoris dan hermeneutika. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa menurut penulis bila dibandingkan pendapat Mazhab Zhahiri, mazhab Hanafi, Syafi'i, Maliki, Abu Hanifah. Melihat kenyataan yang berkembang bahwa selama ini banyak terjadi tindak pidana pencurian yang dilakukan karena masalah ekonomi, maka daripada itu penulis lebih condong dengan ijtihad Umar bin Khatab yang di mana beliau tidak menerapkan hukum potong tangan bagi si pelaku tindak pidana pencurian karena anak dan istrinya sedang kelaparan akibat honornya tidak dibayar oleh majikannya. Oleh Khalifah Umar si pencuri tidak dipotong tangan. Umar bin Khattab tidak menerapkan hukum potong tangan pada kasus tertentu karena memang ada nash lain yang menjelaskannya. Umar ra. tidak meninggalkan nash Al-Qur'an yang sudah jelas maknanya yaitu QS. Al-Maidah ayat 3 di mana di situ sudah disebutkan: "Tetapi barangsiapa yang terpaksa karena lapar bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang"