Analisis hukum pidana Islam tentang kedudukan saksi mahkota dalam pembuktian perkara pidana study putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1455/Pid.B/2017/Mdn
Main Author: | Rosi, Moh Fathor |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2020
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/12856/1/1502026079_MOHFATHORROSI_LENGKAP%20TUGAS%20AKHIR%20-%20Fathor%20rosi.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/12856/ |
Daftar Isi:
- Dalam sidang pembuktian perkara pidana dihadapi banyak terjadi seorang terdakwa/tersangka ataupun terpidana dijadikan saksi. Bahkan kesaksiannya dianggap istimewa, dalam pembuktian sangat menentukan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana saksi mahkota tidak disebutkan secara tegas, namun dalam prakteknya saksi tersebut banyak dijumpai dalam persidangan. Salah satunya pembuktian kasus Penadahan perkara Nomor 1455/Pid.B/2017/PN.Mdn, muncul saksi mahkota yang merupakan pelaku tindak pidana pencurian dalam perkara berbeda Nomor 1454/Pid.B/2017/PN.Mdn. Penggunaan saksi mahkota tersebut merupakan suatu problematika, karena dalam pembuktian saksi mahkota digunakan dalam kasus yang terdapat dua delik berbeda, sehingga di khawatirkan bukan merupakan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama atau biasa disebut tindak pidana penyertaan (deelneming) . Dalam Hukum Pidana Islam penggunaan saksi mahkota yang juga merupakan pelaku tindak pidana dijadikan sebagai saksi adalah tidak relevan karena sebagai tambahan dalam islam saksi disyaratkan harus seorang yang adil. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.) Bagaimana kedudukan saksi mahkota dalam putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1455/Pid.B/2017/Mdn. 2.) Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam tentang kedudukan saksi mahkota dalam putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1455/Pid.B/2017/Mdn. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif (doktrinal). Bahan Hukum primer diambil dari Putusan Nomor 1455/Pid.B.2017/PN.Mdn, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 1 angka 27 KUHAP, Pasal 183 KUHAP dan 185 ayat (6) KUHAP. Bahan Hukum sekunder dalam penelitian ini yaitu data yang diporeleh dari buku-buku, makalah, jurnal dan dokumen-dokumen yang terdapat relevansinya dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan: pertama, kedudukan saksi mahkota dalam Putusan Nomor 1455/Pid.B/2017/PN.Mdn telah sesuai dengan syarat-syarat penggunaan saksi yang telah ditentukan dalam hukum pembuktian. Kedua, Dalam Hukum Pidana Islam kesaksian saksi mahkota dalam pembuktian yang terdapat minimnya alat bukti hal ini sesuai dengan kebutuhan hajiyat yang tidak mencapai kebutuhan daruriyat melihat ada kebutuhan dalam pembuktian dan dampak serius yang diakibatkan dari kejahatan yang dilakukan ini jika tidak berhasil dibuktikan, selain itu adilnya seseorang saksi tergantung kepada penilaian hakim, apabila menurut penilaian hakim, saksi adalah orang yang memenuhi sifat-sifat adil maka dia bisa diterima persaksiannya.