Analisis konsep TM. HASBI ASH SHIDDIEQY tentang hukuman dalam tindak pidana pencurian (JARIMAH SIRQAH)

Main Author: Rifa'an, M. Abd
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/12410/1/SKRIPSI_1402026008_M.%20ABD%20RIFA%27AN.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/12410/
Daftar Isi:
  • Hukum pidana Islam mengenal istilah pengulangan tindak pidana dan sudah dikenal bahkan sejak zaman Rasulullah Saw. Pemberatan hukuman terhadap pengulangan ini dapat ditemukan dalam hadits, yaitu apabila terjadi pencurian yang kelima kalinya. Permasalahannya adalah bagaimana pendapat TM. Hasbi Ash Shidddieqy tentang hukuman potong tangan? Bagaimana metode istinbath hukum TM. Hasbi Ash Shidddieqy tentang hukuman potong tangan? Bagaimana relevansinya pendapat TM. Hasbi Ash Shidddieqy tentang hukuman hukuman potong tangan dengan hukum positif di Indonesia? Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research) dan bersifat kualitatif dengan pendekatan normatif. Data primernya adalah karya-karya TM. Hasbi Ash Shiddiqiy, antara lain: Tafsir al-Qur’an al-Majid an-Nur; Koleksi Hadis-hadis Hukum, Hukum Islam, dan Mutiara Hadis Teknik pengumpulan data berupa teknik dokumentasi atau studi documenter. Metode analisis data penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa menurut Hasbi, yang dipotong tangannya hanyalah pencuri yang telah berulang kali mencuri (residivis). Adapun pencuri yang baru sekali atau dua kali berbuat dan perbuatannya itu belum menjadi kebiasaan, maka dia tidak dijatuhi hukuman potong tangan. Menurut Hasbi, hukuman potong tangan dilakukan sesudah tidak ada lagi jalan untuk memperbaikinya. Metode istinbath hukum TM. Hasbi Ash Shidddieqy tentang hukuman potong tangan adalah al-Qur’an surat al-Ma’idah ayat 38-39. Mengenai metode penafsiran, Hasbi sependapat bahwa dalam menafsirkan al-Qur'an pertama kali harus dicari penjelasannya pada al-Qur'an sendiri. Sebab, seringkali dijumpai ada ayat-ayat yang disebutkan secara ringkas di suatu tempat, sedangkan penjelasannya terdapat pada ayat di tempat lain. Mengapa penafsiran pertama kali harus dicari dalam al-Qur'an sendiri, karena Allah yang lebih mengetahui kehendak-Nya.