Pemikiran Muhammad Syahrur tentang pembentukan negara Islam
Main Author: | Rohman, Irfan Nur |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2007
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/11936/1/NIM_2100136_Skripsi%20Lengkap.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/11936/ |
Daftar Isi:
- Menurut Syahrur, negara Islam adalah negara yang menjalankan prinsip dan ajaran Islam yaitu: pertama; dasar negara Islam haruslah berdasarkan atas Tauhid. Intinya bahwa negara Islam haruslah dapat mensakralkan apa yang dianggap sakral serta memprofankan apa yang dianggap profane. Keduanya harus ditempatkan pada tempatnya masing-masing yang tidak saling bertentangan. Hubungan Tauhid, pemerintahan dan masyarakat adalah hubungan bunyawiyyah (yang saling mendukung) yang masuk dalam kesadaran kolektif masyarakat pemerintah. Kedua; bentuk negara Islam mempunyai batasan minimal yaitu menetapkan asas syura (musyawarah). Syura adalah praktek sekelompok manusia untuk terbebas dari otoritas apapun, atau merupakan jalan bagi penerapan kebebasan komunitas manusia. Ketiga; bentuk kedaulatan dalam suatu negara Islam adalah di tangan rakyat (demokrasi). Kedaulatan Tuhan hanya sebatas pada hukum aqidah, ibadah dan batasan (hudud) saja. Lain dari pada itu peran ijtihad manusia adalah yang dominan. Keempat; dalam hal pembagian kekuasaan, Syahrur menawarkan satu lembaga ilmu pengetahuan dan penelitian ilmiah di samping lembaga yang telah ada seperti: legislatif, yudikatif dan eksekutif. Kelima; dalam hal hukum Islam, Syahrur mengartikulasikannya sebagai semua hukum Tuhan dan produk hukum manusia yang sesuai dengan batasan hukum Tuhan, maslahat dan rasionalitas. Keenam, partai politik dalam Islam menurut Syahrur menganut asas multipartai. Relevansi konsep negara Islam Syahrur dengan realitas masyarakat dan negara Indonesia yaitu pemikiran Syahrur dapat mencerahkan para pemikir di Indonesia, karena meskipun Syahrur mengakui keterkaitan yang erat antara agama dan negara namun ia lebih mengutamakan substansi nilai agama daripada sekedar simbol-simbol agama. Artinya karena pikiran Syahrur yang lebih rasional di mana agama ditempatkan sebagai payung negara tanpa harus memberi label negara Islam maka barangkali akan membuka mata kelompok radikalis dun fundamentalis dan khususnya kelompok yang ingin menyatukan negara dan agama yang ada di Indonesia. Hal ini bisa membuat mereka berpikir jernih bahwa Islam tidak harus legalistik dan formalistik sehingga dipaksakan bukan sekedar memperoleh legitimasi dalam perundang-undangan melainkan dicantumkan secara eksplisit dalam konstitusi. Sikap yang menginginkan negara Islam harus tercantum dalam konstitusi, barangkali akan sedikit memudar bila menerima konsep Negara Islam Syahrur beserta pandangannya tentang masyarakat. Dengan demikian pandangan Syahrur sangat relevan dengan masyarakat Indonesia dan bisa memberi kontribusi dalam merekonsiliasi atau mengakomodir perbedaan tajam antara kelompok yang menghendaki pemisahan agama dan negara serta kelompok yang menganggap Islam adalah suatu agama yang serba lengkap.