Rekonstruksi syariat ibadah atas fenomena gerhana
Main Author: | Mughtanim, Muhammad Shofa |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/11913/1/Tesis_1400028007_Mughtanim.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/11913/ |
ctrlnum |
11913 |
---|---|
fullrecord |
<?xml version="1.0"?>
<dc schemaLocation="http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc/ http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc.xsd"><relation>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/11913/</relation><title>Rekonstruksi syariat ibadah atas fenomena gerhana</title><creator>Mughtanim, Muhammad Shofa</creator><subject>297.14 Religious Ceremonial Laws and Decisions</subject><description>Gerhana Matahari dan Bulan menjadi fenomena langka yang merupakan tanda-tanda kebesaran Allah Swt. Pada zaman Rasulullah Saw pernah terjadi gerhana Matahari yang bersamaan dengan kematian putra Rasulullah Saw. yang bernama Ibrahim. Pada saat itu, kaum Arab Quraisy mengaitkan peristiwa gerhana tersebut dengan kematian Ibrahim, sehingga Rasulullah Saw menepis anggapan itu dengan sabdanya bahwa gerhana merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang harus direnungkan, dan disyariatkan untuk melakukan ibadah atas fenomena gerhana tersebut. Dari permasalahan itu, penulis tertarik untuk menulis syariat ibadah atas fenomena gerhana. Dengan rumusan masalah mengapa disyariatkan ibadah atas fenomena gerhana, kapan pelaksanaan ibadah saat terjadinya gerhana, dan siapa yang terbebani untuk melaksanakan ibadah atas fenomena tersebut. Dalam tesis ini penulis malakukan kajian kepustakaan, dengan mengkaji syariat ibadah atas fenomena gerhana. Sumber-sumber kepustakaan berupa sumber primer yang berupa dari teks-teks mengenai syariat ibadah atas fenomena gerhana, baik di dalam Al-Quran maupun Hadits dan pendapat-pendapat fuqaha atas pensyariatan ibadah terhadap fenomena gerhana. Sumber sekunder dalam makalah ini mengambil dari buku-buku tentang syariat ibadah atas fenomena gerhana, kitab-kitab mu’tabar yang membahas tentang fenomena gerhana dan makalahmakalah yang terkait dengan fenomena gerhana . Dalam tesis ini, penulis menyimpulkan bahwa sebab disyariatkan ibadah atas fenomena gerhana adalah sebagai pengingat bahwa Allah kuasa meniadakan sesuatu yang asalnya ada menjadi tiada, agar manusia menjadikan fenomena gerhana sebagai ibrah (pelajaran) dan bahan perenungan (tafakkur). Sisi maslahah dalam pelaksanaan shalat gerhana setelah fenomena gerhana berahir lebih besar dan menjadikan pengamat (observer) dapat mengamati pergerakan fenomena gerhana dengan seksama. Sisi maslahah lebih besar karena mancakup kemaslahatan umum (maslahah amah) yang ditujukan kepada semua orang. Kemaslahatan pelaksanaan shalat gerhana setelah fenomena gerhana akan menjadikan seseorang semakin ingat dan takut atas kekuasaan Allah. Pelaksanaan shalat gerhana dibebankan kepada masyarakat di wilayah yang melihat fenomena gerhana. Hal ini menjadikan pelaksanaan shalat gerhana di tentukan oleh batas wilayah (wilayat Al-hukmi), karena terjadinya gerhana tidak menyeluruh di Bumi.</description><date>2016-11-30</date><type>Thesis:Thesis</type><type>PeerReview:NonPeerReviewed</type><type>Book:Book</type><language>eng</language><rights>cc_by_nc_nd</rights><identifier>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/11913/1/Tesis_1400028007_Mughtanim.pdf</identifier><identifier> Mughtanim, Muhammad Shofa (2016) Rekonstruksi syariat ibadah atas fenomena gerhana. Masters thesis, UIN Walisongo. </identifier><recordID>11913</recordID></dc>
|
language |
eng |
format |
Thesis:Thesis Thesis PeerReview:NonPeerReviewed PeerReview Book:Book Book |
author |
Mughtanim, Muhammad Shofa |
title |
Rekonstruksi syariat ibadah atas fenomena gerhana |
publishDate |
2016 |
isbn |
9781400028009 |
topic |
297.14 Religious Ceremonial Laws and Decisions |
url |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/11913/1/Tesis_1400028007_Mughtanim.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/11913/ |
contents |
Gerhana Matahari dan Bulan menjadi fenomena langka yang merupakan tanda-tanda kebesaran Allah Swt. Pada zaman Rasulullah Saw pernah terjadi gerhana Matahari yang bersamaan dengan kematian putra Rasulullah Saw. yang bernama Ibrahim. Pada saat itu, kaum Arab Quraisy mengaitkan peristiwa gerhana tersebut dengan kematian Ibrahim, sehingga Rasulullah Saw menepis anggapan itu dengan sabdanya bahwa gerhana merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang harus direnungkan, dan disyariatkan untuk melakukan ibadah atas fenomena gerhana tersebut. Dari permasalahan itu, penulis tertarik untuk menulis syariat ibadah atas fenomena gerhana. Dengan rumusan masalah mengapa disyariatkan ibadah atas fenomena gerhana, kapan pelaksanaan ibadah saat terjadinya gerhana, dan siapa yang terbebani untuk melaksanakan ibadah atas fenomena tersebut. Dalam tesis ini penulis malakukan kajian kepustakaan, dengan mengkaji syariat ibadah atas fenomena gerhana. Sumber-sumber kepustakaan berupa sumber primer yang berupa dari teks-teks mengenai syariat ibadah atas fenomena gerhana, baik di dalam Al-Quran maupun Hadits dan pendapat-pendapat fuqaha atas pensyariatan ibadah terhadap fenomena gerhana. Sumber sekunder dalam makalah ini mengambil dari buku-buku tentang syariat ibadah atas fenomena gerhana, kitab-kitab mu’tabar yang membahas tentang fenomena gerhana dan makalahmakalah yang terkait dengan fenomena gerhana . Dalam tesis ini, penulis menyimpulkan bahwa sebab disyariatkan ibadah atas fenomena gerhana adalah sebagai pengingat bahwa Allah kuasa meniadakan sesuatu yang asalnya ada menjadi tiada, agar manusia menjadikan fenomena gerhana sebagai ibrah (pelajaran) dan bahan perenungan (tafakkur). Sisi maslahah dalam pelaksanaan shalat gerhana setelah fenomena gerhana berahir lebih besar dan menjadikan pengamat (observer) dapat mengamati pergerakan fenomena gerhana dengan seksama. Sisi maslahah lebih besar karena mancakup kemaslahatan umum (maslahah amah) yang ditujukan kepada semua orang. Kemaslahatan pelaksanaan shalat gerhana setelah fenomena gerhana akan menjadikan seseorang semakin ingat dan takut atas kekuasaan Allah. Pelaksanaan shalat gerhana dibebankan kepada masyarakat di wilayah yang melihat fenomena gerhana. Hal ini menjadikan pelaksanaan shalat gerhana di tentukan oleh batas wilayah (wilayat Al-hukmi), karena terjadinya gerhana tidak menyeluruh di Bumi. |
id |
IOS2754.11913 |
institution |
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang |
affiliation |
ptki.onesearch.id |
institution_id |
53 |
institution_type |
library:university library |
library |
Perpustakaan UIN Walisongo Semarang |
library_id |
93 |
collection |
Walisongo Repository |
repository_id |
2754 |
subject_area |
Systems, Value, Scientific Principles/Sistem-sistem dalam Agama, Nilai-nilai dalam Agama, Islam/Agama Islam Philosophy and Theory of Social Science/Filsafat dan Teori Ilmu-ilmu Sosial |
city |
SEMARANG |
province |
JAWA TENGAH |
repoId |
IOS2754 |
first_indexed |
2020-12-11T23:04:11Z |
last_indexed |
2022-09-12T06:35:53Z |
recordtype |
dc |
_version_ |
1765821648900980736 |
score |
17.13294 |