Pengesampingan ashabah ma’al ghair pada Putusan Nomor 2661/PDT.G/2018/PA.SMG
Main Author: | Pitaloka O, Luluk Dyah |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/10712/1/1502016103.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/10712/ |
Daftar Isi:
- Waris erat kaitanya dengan pembagian harta peninggalan pewaris kepada ahli waris. Pada 2018 ditemukan kasus yang tertuang pada Putusan Nomor 2661/Pdt.G/2018/PA.Smg, pada putusan ini terdapat gugatan waris antara seorang anak kandung (penggugat) dengan ayah tirinya (tergugat) yang juga saudara perempuan dalam hal ini yang dalam putusanya mengesampingkan saudara perempuan sebagai ashabah ma’al ghair sesuai padahal sesuai hadist Shahih Bukhari, pendapat jumhur ulama’ dan teori Prof. DR. Ahmad Rofiq M.A. Bahwa ukhtun syaqiqah tersebut apabila bersama anak perempuan, menurut semua kitab faraid bagian warisnya adalah ashabah ma’al ghair. Oleh karenanya penulis ingin meneliti lebih lanjut dasar hukum yang seharusnya berlaku dalam putusan ini. Adapun Rumusan Masalah yang di kaji dalam penelitian ini, yaitu: 1). Bagaimana putusan dan pertimbangan hakim dalam perkara tentang waris pada Putusan Nomor 2661/Pdt.G/2018/Pa.Smg? 2). Bagaimana analisis menurut Hukum Waris Islam terhadap pengesampingan Ashabah maal ghair pada Putusan Nomor 2661/Pdt.G/2018/PA.Smg ? Data yang digunakan dalam Penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif empiris yaitu jenis penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Dengan bahan sumber primer yaitu putusan Nomor 2661/Pdt.G/2018/Pa.Smg. Adapun Sumber Data sekunder, meliputi buku-buku, tulisan yang terkait dengan analisis peneliti, jurnal hukum, hasil wawancara dan data pendukung lainnya. Berdasarkan Hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: 1). Pada putusan No.2661/Pdt.G/2018/PA.Smg, Majelis hakim menolak gugatan dari penggugat dikarenakan gugatan tidak sesuai dengan petitum, dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim berpendapat sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam yang berlaku pada pasal 176 dan pendapat Ibnu Abbas yang memaknai “Walad” sebagai laki-laki maupun perempuan. Pandangan ini Ibnu Abbas ini diuraikan oleh Ibnu Jarir dalam tafsir Ibnu Katsir dan Rekan-rekanya meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas dan Ibnu Zubair mengatakan bahwa: “Jika mayit meninggalkan seorang anak perempuan dan seorang adik perempuan, maka adik perempuan tidak mendapatkan bagian” Menurut majelis hakim bahwa pertimbangan tersebut untuk pembaruan hukum Islam dengan mengedepankan aspek keadilan dan kesetaraan gender dimana keadilan itu harus diletakkan pada tempat/hak yang seharusnya. Karena keadilan itu tidak melihat perbedaan jenis kelamin, namun dengan mempertimbangkan kronologi perkara dengan menggunakan interogasi filosofi. 2). Hukum waris Islam yang berlaku pada Putusan Pengadilan Agama ini adalah dikesampingkanya ashabah maal ghair sebagaimana hadist-hadist shahih bukhori yang ada dan sudah dipraktekkan dari zaman Rasulullah Saw, pada putusan tersebut tidak menggambarkan majelis hakim mempertimbangkan hadist yang ada, padahal dengan begitu majelis hakim melenceng dari qathiyyuddilalah maka bertentangan dengan syari’at islam.