Analisis pendapat Ibnu Taimiyyah tentang hukuman bagi pelaku liwath (homoseksual)

Main Author: Marzuki, Ahmad
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/10240/1/skripsi%20full.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/10240/
Daftar Isi:
  • Islam mengatur tentang hubungan dengan sesama jenis, baik hubungan laki-laki dengan laki-laki yang disebut Liwath, maupun hubungan perempuan dengan perempuan yang disebut dengan musahaqah. Liwath adalah suatu kata penamaan yang dikaitkan dengan kaumnya Nabi Luth, karena kaum nabi Luth melakukan perbuatan ini yang kaum-kaum sebelumnya belum pernah melakukannya. dizaman sekarang Liwath sama dengan gay sedangkan musahaqah disebut dengan lesbian. Dalam Islam Para ulama’ sepakat dengan keharaman liwath, yang merupakan perbuatan keji dan merusak akhlak. Tetapi, dalam masalah hukuman para ulama’ berbeda pendapat apakah dihad atau dita’zir, sebagai berikut: Maliki, Hanbali dan Syafi’i dalam satu riwayat mereka berpendapat bahwa pelaku liwath dihad dengan dirajam sampai mati baik muhshan maupun ghairu muhshan. Dalam riwayat lain Imam Syafi’i berpendapat bahwa pelaku liwath dihad dengan had zina, yaitu didera 100 kali jika ghoiru muhshan dan dirajam jika muhshan. Pendapat Ibnu Taimiyyah tentang hukuman bagi pelaku Liwath sangatlah ekstrim karena menghukunnya dengan rajam. Inilah mengapa penulis tertarik untuk menganalisis tentang hukuman yang begitu ekstrim dan mengapa Ibnu taimiyyah berpendapat begitu ekstrim. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research) dan bersifat deskriptif analitik. Adapun teknik pengumpulan datanya menggunakan sumber data primer dan skunder. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif, dan dalam menganalisa data menggunakan analisis deskriptif dengan metode pendekatan ushul fiqih, yakni mendiskripsikan sumber dan materi berdasarkan teori fiqih dan ushul fiqih. Pendapat Ibnu Taimiyyah tentang hukuman bagi pelaku liwath adalah di rajam baik yang menjadi objek maupun yang menjadi subjeknya. Pendapat tersebut sudah sesuai dengan tujuan hukum yaitu memelihara masyarakat, upaya pencegahan, upaya pengajaran dan balasan atas perbuatan. Sedangkan kalau Istinbath Hukum yang digunakan adalah hadist. Kemudian mengapa Ibnu Taimiyyah berpendapat seperti itu, dikarenakan adanya perbedaan antara zina dengan liwath dan banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan.