MODEL POLA RUANG KONSENTRIS UNTUK RESTRUKTURISASI DAERAH PINGGIRAN KOTA (URBAN FRINGE) DI INDONESIA

Main Author: , T. Yoyok Wahyu Subroto, M.R. Djarot Sadharto W. , dan Gutomo Bay
Format: Article NonPeerReviewed
Terbitan: [Yogyakarta] : Lembaga Penelitian UGM , 2001
Online Access: https://repository.ugm.ac.id/92700/
http://repository.ugm.ac.id/digitasi/index.php?module=cari_hasil_full&idbuku=453
Daftar Isi:
  • Perkembangan dan pembangunan perkotaan di berbagai kota besar di Indonesia pada intinya secara demografis mengarah pada 2 (dua) pola kecenderungan yaitu (1) pemusatan penduduk (aglomerasi) maupun (2) penghimpunan penduduk (). Hal tersebut pada umumnya telah memberikan berbagai dampak bagi masyarakat luas baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan. Secara garis besar berbagai dampak tersebut berpengaruh pada 2 (dua) aspek yaitu aspek fisik spasial dan aspek non fisik spasial baik yang bersifat positif (memperbaiki) maupun negatif (merusak) terhadap ruang dan kehidupan serta penghidupan masyarakat di daerah perkotaan dan daerah perdesaan sekitamya. Tarik menarik antara pengaruh kota dan desa tersebut secara langsung sebenarnya menyimpan berbagai koherensi permasalahan yang menyangkut isu kependudukan (demografis yang secara inheren terdapat unsur sosiologis dan kultural), isu fungsional (ekonomi) dan isu fisis geografis (ruang dan lingkungan). Dampak paling kuat dari pertumbuhan dan perluasan (invasi) ruang kota di satu sisi dan usaha defensifikasi ruang desa di sisi yang lain seperti yang disebutkan di atas (fisik dan non fisik), umumnya secara langsung terkonsentrasi di daerah pinggiran kota yang di dalam penelitian ini diistilahkan sebagai urban fringe area. Permasalahan ini mendorong penelitian ini untuk mengkaji lebih jauh permasalahan yang muncul untuk kemudian diupayakan mencari solusi yang paling efektif. Secara khusus tujuan penelitian dapat dirinci menjadi 2 (dua) yaitu (1) Menemukan bentuk pola fisik spasial serta tipologi spasial yang dipandang memiliki nilai paling efektif untuk diterapkan di kawasan perdesaan yang berada di pinggiran kota (desa kota). Analisisnya dilakukan berdasarkan perbedaan bentuk (tipologi) spasial, pola spasial dan proses alih fungsi lahan yang berkembang di area penelitian. (2) Merumuskan dan mengembangkan model tata ruang desa kota yang mengarah pada kondisi homeostatis masyarakat setempat "sesuai dengan kondisi masyarakat" yang diwujudkan pada terbentuknya tata ruang kawasan binaan (built environment). Tata ruang itu sendiri harus, serasi terhadap sistem nilai lokal yang ada sebagai simbol fisik visual dari kekuatan nilai budaya masyarakatnya. Metode yang digunakan adalah pengamatan lapangan dilakukan dengan pendekatan Observasi Partisipasi (Pengamatan Terlibat) dan In depth (Wawancara Mendalam). Pengamatan tersebut dilakukan terhadap kondisi lingkungan, sikap serta perilaku penduduk dan dilakukan dengan bantuan daftar uji (check list) setelah analisis data sekunder tahap pertama selesai dilakukan. Survei (Wawancara dengan Kuesioner) dilakukan di empat dusun terhadap 160 responden dengan menggunakan metode stratified random sampling. Penentuan responden dilakukan secara acak dengan menggunakan Pertimbangan atas dasar stratifikasi pekerjaan yang ada. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, bentuk dan tingkatan. Sistem basis data dirancang dengan bantuan Perangkat lunak komputer berbasis Microsoft Window 98 yang tersusun atas folder folder sesuai dengan pentahapan penelitian tahun ke 2. Pada sub folder basis data, dipilih perangkat lunak Microsoft Office 97 sebagai alat pengolah kata dan Microsoft excell 97 sebagai pengolah bilangan, sedangkan untuk keperluan pemasukan data digunakan perangkat lunak Microsoft Acess 97. Penyusunan dan penajaman peta dasar dilakukan pada tahun ke 2 ini dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu secara manual dan otomasi. Dalam membuat formulasi pola spasial desa penelitian, metode yang digunakan adalah indexing dan clustering. Indexing atau penyusunan indeks komposit tersebut terutama digunakan untuk mengetahui sumbangan aspek aspek penting dalam menentukan tingkat kepusatan masing masing dusun, Sedangkan analisis klaster (cluster) lebih menyoroti perilaku masing masing aspek penting dalam penentuan kelompok kelompok dusun. Sementara itu dalam menyusun tipologi dusun sesuai dengan karakter atau ciri khusus yang dimiliki, variabel yang dipakai sebagai dasar dalam analisis adalah aspek demografi, penggunaan lahan, dan aspek fasilitas ekonomi sosial sedangkan metode yang dipakai adalah K means cluster dengan software SPSS versi 9.0. Kesimpulan spesifik yang dapat diformulasikan dalam penelitian ini adalah bahwa dari pembahasan berbagai tingkat kepusatan yaitu yang menyangkut aspek demografis