PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT BENIH KEDELAI DALAM KEMASAN DENGAN RADIASI SINAR GAMMA CO 60

Main Author: , Hari Purwanto, dkk
Format: Article NonPeerReviewed
Terbitan: [Yogyakarta] : Lembaga Penelitian UGM , 2001
Online Access: https://repository.ugm.ac.id/92448/
http://repository.ugm.ac.id/digitasi/index.php?module=cari_hasil_full&idbuku=233
Daftar Isi:
  • Kedelai merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting di Indonesia. Selama ini produksi kedelai dalam negeri masih belum dapat memenuhi kebutuhan, sehingga, sebagai contoh pada tahun 1996, Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 700.000 ton senilai $US 17.636.000. Salah satu kendala yang menghambat peningkatan produksi kedelai di Indonesia adalah ketersediaan benih yang baik pada saat dibutuhkan, karena, teknik penyimpanan benih yang selama ini dilakukan belum dapat mengawetkan benih lebih dari 7 bulan. Dalam penelitian ini dikaji kemungkinan pemanfaatan teknik radiasi sinar gamma untuk pengawetan benih kedelai dalam penyimpanan. Dengan demikian teknik tersebut dapat memper-panjang umur simpan benih kedelai, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan produksi kedelai di Indonesia. Penelitian direncanakan dalam tiga, tahapan yaitu pertama, uji radiosensitivitas benih dari lima kultivar kedelai yaitu Burangrang, Dempo, Malabar, Pangrango, serta Wilis. Kedua, uji dosis tertinggi yang tidak menimbulkan kerusakan tanaman. Tahap ketiga, uji kualitas benih teradiasi selama penyimpanan. Dua uji pertama telah dapat dilaksanakan, namun demikian karena terdapat kendala teknis, yaitu benih kultivar Malabar yang dibutuhkan untuk uji tahap ketiga hingga, laporan ini dibuat belum diperoleh, maka uji tahap ketiga belum dapat dilaksanakan. Untuk mengetahui tingkat kepekaan masing masing kultivar, 50 g benih dari kelima kultivar tersebut diiradiasi dengan sinar gamma Co-60 dengan dosis 0, 50, 100, 150, 200, 250 dan 300 Gy. Kemudian dari benih tersebut dilakukan uji perkecambahan dan pengukuran pengurangan pertumbuhan untuk memperoleh nilai GR 20. Pengukuran pengurangan pertumbuhan dilakukan dengan menumbuhkan benih di dalam nampan plastik hingga berumur 7 hari saat daun pertama pada tanaman kontrol telah tumbuh sempurna. Masing masing nampan terdiri dari 7 baris perlakuan dan masing masing baris terdiri dari 21 tanaman. Berdasarkan data uji radiosensitivitas, telah dilakukan uji dosis tertinggi yang tidak menimbulkan kerusakan tanaman. Benih kedelai dari lima kultivar yang sama, kembali diiradiasi pada, dosis GR 20 dari masing masing kultivar dan empat dosis dibawahnya yang masing masing berjarak 20 Gy (sebagai contoh misalnya, Malabar menggunakan dosis iradiasi: 160, 140, 120, 100, 80 Gy). Kemudian benih kedelai tersebut ditanam dalam polibag di bawah sungkup untuk diamati adanya pengaruh iradiasi terhadap beberapa parameter produktivitas, yaitu: umur berbunga, umur panen, bobot 100 biji, jumlah polong dan jumlah biji pertanaman dan berat total kedelai yang dipanen per tanaman. Untuk tiap perlakuan digunakan 10 buah polibag masing masing dengan 2 batang tanaman. Rancangan penelitian adalah rancangan acak lengkap. Secara umum persentase perkecambahan dan laju perkecambahan tidak terpengaruh oleh perlakuan iradiasi. Pengurangan pertumbuhan yang dicerminkan dari nilai GR 20 masing masing kultivar menunjukkan bahwa sensitivitas tiap kultivar berbeda beda. Nilai GR 20 untuk kultivar Burangrang adalah sebesar 180,06 Gy, Dempo 322,62 Gy, Malabar 164,12 Gy, Pangrango 192,75 Gy, dan Wilis 304,51 Gy. Bila dibandingkan dengan data sheet IAEA, yang menyatakan bahwa radiosensitivitas 28 kultivar kedelai yang diuji, dalam nilai GR 50, adalah berkisar antara 150 400 Gy, maka data yang diperoleh dari penelitian ini sesuai dengan hasil tersebut. Dari penelitian selanjutnya diperoleh data dosis tertinggi yang tidak menimbulkan kerusakan yaitu kultivar Burangrang sebesar 140 Gy, Dempo 240 Gy, Malabar 100 Gy, Pangrango 170 Gy, dan Wilis 260 Gy. Hal tersebut secara umum paralel dengan radiosensitivitas dari masing masing kultivar. Kultivar yang paling sensitif juga merupakan kultivar yang paling mudah terpengaruh produktivitasnya bila diradiasi. Dari hasil penelitian yang telah diperoleh diduga bahwa penggunaan dosis terendah yang berasal dari kultivar yang paling rentan, yaitu 100 Gy untuk kultivar Malabar, nampaknya tidak akan mampu mensterilkan generasi pertama dari hama yang menyerang benih kedelai dalam penyimpanan, karena. misalnya dosis steril dari Callosobruchus maculatus (F) misalnya memerlukan dosis 100 krad (1.000 Gy) agar dapat steril. Pada dosis 100 krad tersebut kelompok serangga ngengat hama gudang kemungkinan hanya mengalami penurunan fertilitas dan fekunditas. Namun demikian dosis tersebut masih mungkin berpengaruh pada fekunditas dan fertilitas generasi berikutnya, hal ini telah terbukti pada penelitian menggunakan ulat Manduca sexta. Dengan kata lain, dosis 100 Gy berpotensi untuk digunakan sebagai dosis radiasi substeril untuk mengendalikan hama dan penyakit benih kedelai. Untuk membuktikan potensi tersebut maka uji tahap ketiga yaitu uji kualitas benih teriradiasi selama penyimpanan, perlu dilanjutkan sesuai proposal yang telah diajukan.