TINJAUAN DAERAH TERDAMPAK BANJIR LAHAR DINGIN; IMPLIKASI PEMBUATAN SABODAM TERHADAP ASPEK SOSIAL DAN EKONOMI PASCA ERUPSI MERAPI 2010 DI KALI PUTIH, KABUPATEN MAGELANG

Main Authors: Widodo, Arif Tri, Saputra, Aldino Fadlie, Geoxactana, Taubi Arham
Format: Proceeding PeerReviewed application/pdf
Bahasa: eng
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: https://repository.ugm.ac.id/275738/1/D006UNP.pdf
https://repository.ugm.ac.id/275738/
Daftar Isi:
  • Suatu rangkaian peristiwa erupsi gunung berapi terdiri dari terbentuknya kubah, guguran lava, hujan abu, keluarnya awan panas, lava pijar, lahar panas dan banjir lahar dingin. Erupsi Gunung Merapi 2010 menimbulkan dampak aliran lahar dingin yang besar dan memiliki daya rusak tinggi. Aliran lahar dingin tersebut mengalir hampir ke seluruh sungai yang berada di lereng Gunung Merapi, salah satunya yaitu Kali Putih. Kali Putih merupakan sungai yang memiliki potensi bahaya cukup besar karena lokasinya terletak cukup dekat dengan permukiman penduduk. Untuk mengurangi potensi bahaya tersebut, dilakukan upaya pencegahan berupa pembuatan bangunan pengendali sedimen (Sabo DAM). Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daerah terdampak, persepsi masyarakat dan melakukan penilaian ekonomi terkait dengan banjir lahar dingin, terutama material-materialnya. Metode yang digunakan adalah metode geografis yang terkait dengan penentuan daerah terdampak banjir lahar dingin menggunakan penginderaan jarak jauh dan sistem informasi geografis (SIG). Banjir lahar dingin pasca erupsi Merapi 2010 membawa dampak baik maupun buruk terhadap lingkungan maupun kehidupan sosial-ekonomi pada daerah yang dilewatinya. Endapan lahar dingin yang terakumulasi pada Sabo DAM dapat menjadi nilai ekonomi bagi penduduk sekitar. Berdasarkan analisa, hasilnya menunjukkan bahwa daerah terdampak banjir lahar dingin meliputi enam desa, lima desa di Kecamatan Salam (Gulon, Jumoyo, Sucen, Seloboro dan Sirahan) juga salah satu desa di Kecamatan Ngluwar, yaitu desa Blongkeng. Jumoyo adalah desa paling terdampak akibat banjir lahar dingin Merapi 2010, dengan data 54 rumah roboh/hanyut, 36 rumah rusak berat, 5 rumah rusak sedang dan pengungsi sejumlah 1005 orang. Jika material pasir dari banjir lahar dingin dikonversi ke Rupiah setara dengan Rp 462.434.733.686,- sementara jumlah total untuk membangun rumah permanen baru dengan 90 m2 sekitar Rp 90.000.000. Ini berarti bahwa lahar dari letusan Gunung Merapi 2010 dapat untuk membangun rumah sebanyak 5.138. Pada kasus ini, banjir lahar dingin tidak hanya menjadi bahaya tetapi juga dapat menjadi sumber daya, tergantung pada manajemennya.