Langkah politik dan bingkai paradigmatik dalam penegakan hukum kita
Main Author: | Perpustakaan UGM, i-lib |
---|---|
Format: | Article NonPeerReviewed |
Terbitan: |
[Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada
, 2003
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://repository.ugm.ac.id/20223/ http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=3071 |
Daftar Isi:
- Amanat reformasi untuk menegakkan hukum melalui pemberantasan KKN (Korupsi,Kolusi dan Nepotisme) dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) dapat dikatakan tidak mencapai hasil yang diharapkan. Kegagalan reformasi hukum tersebut disebabkan oleh dua hal yakni persoalan politik dan persoalan paradigmatik. Persoalan politiknya adalah warisan birokrasi yang korup dan rekrutmen politik yang keliru, sedangkan persoalan paradigmatiknya adalah ambiguitas orientasi atas konsepsi negara yaitu rechtsstaat dan the rule of law. Konsepsi rechtsstaat berorientasi pada "kepastian hukum", sedangkan the rule of law berorientasi "pemenuhan rasa keadilan". Akibatnya, para penegak hukum maupun pihak yang terkena kasus hukum sering sekali tidak taat azas dan memilih konsepsi secara berpindahpindah. Untuk melakukan reformasi hukum hanya dapat dicapai melalui solusi politik dan solusi paradigmatik. Solusi politik dilakukan dengan dua cara: Pertama, amputasi (pemberhentian massal) atas pejabat pejabat birokrasi terutama birokrasi penegak hukum dalam usia dan level tertentu melalui UU Lustrasi. Kedua, memberikan ampun secara nasional (pengampunan massal) atas para pelaku pelanggaran di masa lalu karena sistem yang memaksa ketika itu. Solusi paradigmatik dilaksanakan dengan menggeser orientasi paradigma