Penerapan pajak lingkungan bagi kendaraan bermotor sebagai upaya menekan laju pencemaran udara di propinsi daerah istimewa yogyakarta
Main Author: | Perpustakaan UGM, i-lib |
---|---|
Format: | Article NonPeerReviewed |
Terbitan: |
[Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada
, 2002
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://repository.ugm.ac.id/18371/ http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=1154 |
Daftar Isi:
- Intisari Di negara dunia ketiga seperti Indonesia, masalah yang paling menonjol adalah pencemaran akibat dari polusi udara dari kendaran bermotor. Tingginya tingkat penggunaan kendaraan bermotor berbanding lurus dengan kualias dan kuantitas pencemaran yang dihasilkan. Orang tidak pernah belajar dari sejarah bahwa kecepatan rehabilitasi yang mampu dilakukan oleh alam atau lingkungan tidak sama dengan eksploitasi yang dilakukan oleh manusia. Data-data terukur yang dilakukan instansi yang berwenang menunjukkan bahwa pencemaran di kota besar seperti Jakarta, Semarang, Surabaya dan Yogyakarta pencemaran udara telah mengakibatkan korban dalam skala kecil. Sebuah penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa 70% polisi lalu lintas yang bertugas teridentifikasi menyerap unsur timbal didalamnya. Dalam jumlah terakumulasi, timbal sangat berpotensi sebagai penyebab terjadinya kanker. Hukum yang berlaku sebagai instrumen di masyarakat mampu memberikan solusi terhadap masalah pencemaran udara. Hukum juga menawarkan beragam bentuk instrumen yang bisa dipakai lengkap dengan sanksinya. Dalam kasus pencemaran udara yang kita hadapi, varian hukum yang berbentuk pajak diajukan sebagai alternatif dari bentuk-bentuk yang telah diajukan. Karakter pajak ini sesuai dengan sifat mencegah yang diharapkan. Besarnya pajak ditentukan oleh berbagai unsur seperti biaya kerusakan, penanggulangan dan biaya pemrosesan kembali. Biaya-biaya ini agak sulit untuk diukur, namun dapat dilakukan dengan pendekatan dengan konsep willingness to pay (WTP), yakni berapa besar orang mau mengeluarkan uang untuk memperoleh lingkungan yang sehat dan konsep willingness to accept (WTA), yakni berapa besar orang mau menerima uang sebagai ganti rugi atas rusaknya lingkungan mereka. Instrumen kebijakan ini memiliki kelebihan berupa pengaruh langsung dan dapat diduga terhadap berkurangnya pencemaran, namun membutuhkan biaya monitoring yang tinggi. Selain itu monitoring juga memerlukan tersedianya data yang memadai serta disiplin dari pegawai pemerintah maupun pelaku yang dimonitor. Keywords: lingkungan, pencemaran udara