Analisis hukum acara peradilan agama terhadap putusan Pengadilan Agama Bangil Nomor 0498/Pdt.G/2017/PA.Bgl tentang penetapan NO (Niet Ontvankelijke verklaard) dalam perkara izin poligami
Main Author: | Asriatin, Silfi |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://digilib.uinsby.ac.id/28778/1/Silfi%20Asriatin_C71214095.pdf http://digilib.uinsby.ac.id/28778/ |
Daftar Isi:
- Skripsi ini bertujuan untuk menjawab dua permasalahan yaitu pertama: apa pertimbangan hakim Pengadilan Agama Bangil terhadap perkara nomor 0498/Pdt.G/2017/PA.Bgl tentang penetapan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) dalam perkara izin poligami?. Yang kedua: Bagaimana analisis Hukum Acara Peradilan Agama terhadap putusan Pengadilan Agama Bangil nomor 0498/Pdt.G/2017/PA.Bgl tentang penetapan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) dalam perkara izin poligami?. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yang mengumpulkan datanya melalui pembacaan putusan dan wawancara terhadap hakim yang terlibat langsung dalam memutus perkara tersebut, kemudian dianalisis menggunakan teori Hukum Acara Peradilan Agama dengan metode deskriptif analisis. Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan penulis mengambil kesimpulan: 1) Pertimbangan hakim dalam menetapkan perkara Nomor 0498/Pdt.G/2017/PA.Bgl adalah majelis hakim menilai bahwa permohonan izin poligami tersebut dinyatakan tidak dapat membuktikan, oleh karenanya permohonan izin poligami tersebut dinyatakan tidak dapat diterima. Pertimbangan lain yang digunakan majelis hakim pada intinya memberikan kesempatan kepada pemohon untuk dapat mengajukan bukti-bukti baik itu bukti surat ataupun bukti saksi apabila pemohon masih berkeinginan untuk berpoligami. Majelis hakim juga mempertimbangkan dari aspek sosiologis dan psikologis dari tidak diterimanya permohonan tersebut. 2) Menurut hasil analisis terhadap perkara Nomor 0498/Pdt.G/2017/PA.Bgl tentang penetapan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) yang ditetapkan oleh majelis hakim dalam perkara izin poligami pada pemohon jika melihat hukum acara seharusnya menolak permohonan tersebut karena permohonan tidak terbukti dan semestinya majelis hakim mencantumkan dasar hukum apa saja dalam menetapkan perkara tersebut sesuai dengan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. Sejalan dengan kesimpulan diatas, maka penulis menyarankan perlu adanya peningkatan bagi hakim-hakim tentang praktik pemeriksaan di persidangan yang sesuai dengan aturan dalam Hukum Acara Peradilan Agama agar hakim dapat menjalankan tugasnya secara profesional, dan untuk para pihak yang ingin mengajukan permohonan izin poligami khususnya, sebaiknya dipersiapkan segala berkas-berkas dan bukti-bukti apapun yang sesuai dan dapat memperkuat dalil permohonannya.