Analisis Putusan Pengadilan Agama terhadap gugat cerai seorang istri dalam keadaan hamil: studi Putusan no.541/Pdt.G/2016.PA. Bkl

Main Author: Sunardi, Sunardi
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://digilib.uinsby.ac.id/27727/13/Sunardi_C01212058.pdf
http://digilib.uinsby.ac.id/27727/
Daftar Isi:
  • Skripsi ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara ini yaitu karena terus berlangsung terjadinya perselisihan dan pertengakaran di dalam rumah tangga kedua belah pihak. Hakim mengambil hukum positif dan hukum Islam yang keduanya bersesuaian untuk memutuskan perkara ini. Dalam memutuskan perkara No. 541/Pdt.G/2016.PA.Bkl dan bagaimana putusan Pengadilan Agama dilihat dari segi yuridis dan Hukum Islam? Data penelitian diperoleh dari studi kepustakaan dan dokumentasi. Adapun data penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara dari informan serta dokumen putusan Pengadilan Agama Bangkalan. Sedangkan metode analisis yang digunakan di dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar perspektif Hukum Islam seorang istri yang ingin bercerai dari suaminya maka ia harus membayar tebusan kepada suaminya sebagai ganti rugi rasa cinta suami kepadanya serta mengajukan gugatan perceraian kepada Pengadilan Agama setempat. Jumlah iwadl sesuai dengan permintaan suami dengan kesediaan istri untuk membayarnya. Apabila suami tidak mau menceraikan istrinya, berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan selama persidangan, maka hakim berhak untuk memutuskan perceraian antara suami-istri. Akan tetapi, dilingkungan Pengadilan Agama jarang terjadi kasus Khulu’ murni seperti yang dijelaskan dalam Hukum Islam. Dalam Pengadilan Agama gugatan perceraian yang diajukan istri dikenal dengan istilah Gugat Cerai. Pada putusan Nomor 541/Pdt.G/2016/PA.Bkl ini telah sesuai menurut hukum. Karena putusan ini sesuai ketentuan yang tertuang dalam pasal 22 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 dan pasal 76 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 perkara perceraian ini dapat dikabulkan apabila telah cukup jelas bagi pengadilan mengenai: sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran, sifat dan bentuk serta kadar pertengkaran dan setelah dipertimbangkan ternyata benar-benar berpengaruh dan prinsipil bagi suami istri , tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.