Daftar Isi:
  • Dalam hal ini, penulis mencoba menguraikan beberapa hal mengenai status perwalian anak akibat pembatalan nikah yang menggunakan yuridis (peraturan perundang-undangan yang berlaku) sebagai pisau analisa utama, sekalipun tidak menutup kemungkinan menggunakan beberapa pendapat ulama fikih klasik, seperti: Syafi’I, Maliki, Hambali, dan Hanafi dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah (Studi Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015/PA.Prob)”. Pembatalan nikah dalam perkara Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015/PA.Prob dilatarbelakangi oleh adanya kekeliruan wali saat akad nikah dilangsungkan, dengan menggunakan wali yang tidak berhak (ayah tiri dari mempelai perempuan). Hal ini juga didukung oleh adanya berkas dari pihak Pegawai Pencatatan Nikah di KUA (Kantor Urusan Agama) yang dengan sengaja memanipulasi data dalam kutipan akta nikah. Sehingga pernikahan ini harus dibatalkan sesuai dengan pasal yang tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Hal ini tentu berdampak pada status anak akibat dari pembatalan nikah, namun peneliti hanya fokus terhadap status perwalian (nikah) anak tersebut (jika perempuan), sesuai dengan pendapat imam madzhab (kecuali Hambali) yang menjadikan wali sebagai syarat sahnya suatu perkawinan. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 28ayat (2) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 75 poin b dan pasal 76 pun telah dijelaskan mengenai status anak akibat pembatalan nikah, namun berbeda dengan pandangan hakim dalam salah satu pertimbangan dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/PA.Prob yang menyatakan bahwa “jika diketahui anak dari pemohon I dan pemohon II adalah perempuan, maka yang berhak menjadi wali nikah adalah wali hakim” Pernyataan yang terkandung dalam petimbangan (tambahan) ini merupakan hasil ijtihad hakim Pengadilan Agama Probolinggo selaku yang berwenang dalam memutus perkara pembatalan nikahi ni, sehingga dirasa oleh penulis perlu kembali untuk menganalisis pernyataan hakim dalam pertimbangan tersebut