HERMENEUTIKA IMAJINASI SUFISTIK STUDI TERHADAP METODOLOGI TA'WIL IBN 'ARABI
Daftar Isi:
- Riset ini berawal dari ungkapan Ibn ‘Arabi, “penta’wil yang tidak mengetahui kedudukan mundus imajinasi, maka ia dinilai tidak mengetahui apapun”. Ibn ‘Arabi menilai bahwa untuk menta’wilkan teks-teks kebahasaan dan keagamaan melalui non-sensoris (kulit) menuju makna sensoris (batin) melewati alam imajinal terlebih dahulu, yang ada di tengah-tengah antara alam material dan maknawi, dan lebih luas lagi, apa saja yang dilihat oleh manusia, adalah laksana mimpi pula, sehingga perlu untuk dita’wilkan. Rumusan masalah yang diteliti pada penelitian ini adalah, bagaimanakah teori hermeneutika Imajinasi Sufistik sebagai metode ta’wil?, dan bagaimanakah penerapan Imajinasi Sufistik Ibn ‘Arabi dalam men-ta’wil-kan al-Saffat: 102, dan Yusuf: 4? Tujuan penelitian ini, adalah untuk mengkaji dan memahami alam imajinasi secara umum, dan lebih khusus lagi dalam imajinasi pada pemikiran Ibn ‘Arabi. Serta penerapan imajinasi sebagai metodologi ta’wil Ibn ‘Arabi. Sedangkan manfaat penelitian ini, melihat “sisi lain” pemikiran Ibn ‘Arabi yang luput dari perhatian beberapa penelitian sebelumnya, serta sebagai sumbangsi bagi pemikiran keislaman dalam bidang ilmu al-Qur’an dan Tafsir. Dalam menjawab permasalahan di atas, penelitian ini dilakukan dengan pendekatan riset sufistik, dengan menggunakan metodologi kualitatif dengan cara diskriftif-analisis, jenis penelitian berbasis kepustakaan (library research) murni. Dengan jalan menelaah data-data primer dan data sekunder yang relevan sesuai dengan objek penelitian. Melalui rumusan masalah tersebut memberikan kesimpulan, pertama, dalam menempuh hermeneutika imajinasi sufistik, Ibn ‘Arabi, menyeberangi makna non-sensoris menuju sensoris menempuh epistemologi ‘irfani dengan kerangka metodologis suluk, muka>shafah, tajalli, dan mushahadah, sehingga dapat mengantarkan dirinya untuk memahami teks-teks kebahasaan metaforis yang dikehendaki oleh Allah. Kedua, melalui Interpretasi Ibn ‘Arabi pada al-Saffat: 102, dan Yusuf: 4, sebagai dasar utama untuk menerapkan hermeneutika imajinasi sufistik, selalu mengantarkan Ibn ‘Arabi pada penta’wilan dalam alam spiritual melalui tataran Imajinal, kemudian diproyeksikan (ta’wilkan) dalam alam material, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Ibrahim, Yusuf, dan ahli gnostik, kemudian Ibn ‘Arabi menerapkan pula imajinasi pada semua fenomena alam, baik mikro/makro kosmos, bahkan eksistensi keberadaan diri manusia juga dikategorikan sebagai wujud metaforis yang laksana mimpi, yang selalu butuh untuk ditafsirkan (dita’wil). hanya Allah-lah wujud segala wujud yang hakiki.