Daftar Isi:
  • Skripsi yang berjudul “ Pemanfaatan Tanah Pertanian Sebagai Barang Gadai Oleh Penerima Gadai Di Desa Gununganyar Kecamatan Soko Kabupaten Tuban (Analisis Hukum Islam) adalah hasil penelitian lapangan (field research) untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana praktik akad gadai yang diikuti dengan pemanfaatan tanah pertanian oleh penerima gadai di Desa Gununganyar Kecamatan Soko Kabupaten Tuban, dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktik gadai yang diikuti dengan pemanfaatan tanah pertanian oleh penerima gadai di Desa Gununganyar Kecamatan Soko Kabupaten Tuban. Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik wawancara (interview), observasi dan dokumentasi. Setelah data terkumpul, data diolah dan dianalisis dengan metode deskriptif verifikatif dengan pola pikir deduktif yaitu penyimpulan data yang bertitik tolak dari segi hukum Islam kemudian ditarik menuju fakta-fakta di lapangan yang sifatnya khusus yaitu mengenai pemanfaatan tanah pertanian sebagai barang gadai oleh pemberi utang. Hasil penelitian dari 3 kasus praktik pemanfaatan tanah pertanian oleh penerima gadai di desa Gununganyar menyimpulkan bahwa akad gadai hanya berlangsung secara lisan dengan asumsi rasa saling percaya antara kedua belah pihak dan perjanjiannya tidak ada bukti tertulis. Jumlah uang yang dijadikan hutang sekitar 5-20 juta, dengan jaminan tanah pertanian yang berupa tanah sawah dan tanah tegalan dengan luas antara ± 400 m2 - ± 6420 m2. Perlakuan tanah pertanian sebagai barang jaminan sepenuhnya dimanfaatkan dan dikelola oleh penerima gadai (murtahin), dan penerima gadai (murtahin) tidak memberi pinjaman uang jika rahin tidak menyerahkan tanah pertaniannya sebagai jaminan. Dari pemanfaatan tanah pertaniaan yang dilakukan oleh penerima gadai menghasilkan sejumlah keuntungan yang berkisar antara 57.2 % - 358.5 % terhadap jumlah hutang. Menurut analisis hukum Islam pemanfaatan tanah pertanian oleh murtahin adalah bertentangan dengan hukum Islam. Sebab pertama, murtahin menutup akses ra>hin untuk menggarap tanah miliknya sendiri. Kedua murtahin memanfaatkan tanah pertanian tersebut sehingga memperoleh sejumlah keuntungan. Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka kepada pemberi utang (murtahin) disarankan: pertama, hendaknya murtahin tetap memberi akses dan tidak menutup akses kepada pemilik tanah untuk memanfaatkan tanahnya. Kedua, jika murtahin berkeinginan untuk memanfaatkan tanah hendaknya ditempuh dengan akad kerja sama atau bagi hasil. Ketiga, hendaknya dalam transaksi gadai dibutuhkan penulisan, sebagai alat bukti tertulis untuk menjaga kemungkinan apabila terjadi sengketa di dalamnya.