Humor Dalam Pertunjukan Wayang: Banyolan Dalam Lakon Durga Ruwat Versi Ki Hadi Sugito
Main Author: | Rohmat Rusmanto, 0810082016 |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://digilib.isi.ac.id/4601/1/BAB%20I.pdf http://digilib.isi.ac.id/4601/2/BAB%20II.pdf http://digilib.isi.ac.id/4601/3/BAB%20III.pdf http://digilib.isi.ac.id/4601/4/BAB%20IV.pdf http://digilib.isi.ac.id/4601/5/BAB%20V.pdf http://digilib.isi.ac.id/4601/6/Jurnal%20Skripsi....rohmat%200810082016.pdf http://digilib.isi.ac.id/4601/ |
Daftar Isi:
- Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami humor dalam pertunjukan wayang serta membuktikan anggapan bahwa Ki Hadi Sugito adalah seorang dhalang banyol. Pembuktian tersebut dilakukan dengan cara memahami dan mengidentifikasi jenis humor yang beliau bawakan dalam lakon Durga Ruwat. Masalah utama yang diajukan adalah mengapa penonton tertawa dan apa yang membuat penonton tertawa saat mengikuti lakon Durga Ruwat yang beliau sajikan. Untuk menjawab pertanyaan yang diajukan digunakan pendekatan deskriptif. Data yang diteliti ditekankan pada verbal (ucapan dalang) dan visualisasi gerak wayang yang mendapat respon tawa dari penonton. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa humor dalam pertunjukan wayang disebut dengan istilah banyol, gêcul, dan cucud. Humor dalam pertunjukan wayang tercipta dari hasil penyimpangan tokoh wayang yang dimainkan dalang, dan atau penyimpangan yang dilakukan dalang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kaidah caking pakêliran. Penonton tertawa sebagai aktifitas menertawakan penyimpangan-penyimpangan tersebut, dan atau karena pikiran mereka dikacaukan dengan adanya penyimpangan-penyimpangan tersebut sebagai suatu kejanggalan yang mustahil terjadi dalam kisah pewayangan. Berdasarkan muatan humor yang terdapat dalam lakon Durga Ruwat terbukti bahwa Ki Hadi Sugito memang disebut sebagai dhalang banyol. Teknik-teknik humor meliputi satire, exaggeration, parodi, ironi, burlesque, pun, belokan mendadak, dan keanehan tokoh dapat dijumpai dalam lakon tersebut. Beberapa diantaranya telah memiliki istilahnya sendiri dalam dunia pedalangan (bahasa Jawa), misalnya satire dikenal dengan istilah pasêmon, parodi dikenal dengan istilah têtiron, pun (permainan kata) dikenal dengan istilah plèsèdan atau bléndéran.