Krontjong Toegoe
Main Author: | Victorius Ganap, 19480616198003 1 001 |
---|---|
Format: | BookSection PeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
BP ISI Yogyakarta
, 2011
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://digilib.isi.ac.id/1183/1/Pages%20from%20Buku%20Krontjong%20Toegoe.pdf http://digilib.isi.ac.id/1183/2/Buku%20Krontjong%20Toegoe.pdf http://digilib.isi.ac.id/1183/3/Krontjong%20Toegoe.pdf http://digilib.isi.ac.id/1183/4/Poster%20Krontjong%20Toegoe.pdf http://digilib.isi.ac.id/1183/ http://lib.isi.ac.id |
ctrlnum |
1183 |
---|---|
fullrecord |
<?xml version="1.0"?>
<dc schemaLocation="http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc/ http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc.xsd"><relation>http://digilib.isi.ac.id/1183/</relation><title>Krontjong Toegoe</title><creator>Victorius Ganap, 19480616198003 1 001</creator><subject>Komposisi Musik</subject><subject>Penyajian musik (musik pertunjukan dan pop-jazz)</subject><subject>Pengkajian seni musik (musikologi dan pendidikan musik)</subject><description>Melalui paparan dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, 
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. musik keroncong 
indonesia memiliki unsur musik portugis abad keenambelas 
yang dipengaruhi budaya islami bangsa moor dari afrika Utara yang 
masuk dan berkembang di portugal, antara lain dalam bentuk lagu dan 
tarian yang dikenal dengan sebutan Moresco. perjanjian Tordesillas 
dengan Spanyol pada tahun 1494 membuka jalan bagi portugis 
melakukan pelayaran ke timur melalui cape Verde di Samudera 
atlantik, tanjung pengharapan Baik di afrika Selatan, Bab el mandeb 
di jazirah arab, hingga mencapai Goa di india Depan, coromandel 
dan Bengali di india Belakang, lalu memasuki asia tenggara melalui 
arakan di Birma, semenanjung malaka, Sunda kalapa, hingga 
kepulauan maluku lalu terus ke utara, hingga ke jepang dan cina di 
asia timur. Selama lebih dari seabad sejak tahun 1513, portugis telah 
menanamkan pengaruh agama dan budayanya di maluku dan Flores 
yang peninggalannya masih dapat ditemukan saat ini. musik portugis 
juga pertama kali diperkenalkan di maluku melalui para misionaris 
portugis, yang diterima dengan baik oleh penduduk pribumi. 
peninggalan musik portugis dari abad keenambelas juga masih dapat 
ditemukan saat ini di maluku dan halmahera. melalui lagu Moresco 
dan Cafrinho, musik portugis abad keenambelas juga ditemukan pada 
komunitas tugu di kampung tugu sejak tahun 1661. masuknya musik 
portugis abad keenambelas dari maluku ke kampung tugu dibawa 
oleh para laskar portugis asal Goa yang bertugas di pulau Banda bersama 
keluarga mereka orang pribumi Banda. mereka merupakan orang 
pelarian dari Banda ketika pulau itu diserbu oleh Voc pada tahun 
1620-an. Dalam pelarian itu kapal mereka rusak dan karam di pantai cilincing. mereka ditangkap Voc lalu dibebaskan setelah berpindah 
agama sesuai perjanjian. mereka menjadi orang merdeka dan dibuang 
ke kampung tugu. mereka adalah pemukim pertama yang mendiami 
kampung tugu. letak kampung tugu yang terisolasi telah mendorong 
mereka untuk menghidupkan kembali musik portugis melalui lagu 
Moresco dan Cafrinho dengan iringan alat musik buatan mereka sendiri 
yang disebut keroncong, sebagai prototype dari cavaquinho, alat musik 
portugis abad keenambelas yang dibawa para pelaut dari portugal. 
perjalanan panjang cavaquinho dilakukan dengan mengikuti pelayaran 
para pelaut portugis hingga ke pulau Banda dan kampung tugu. 
model cavaquinho dibuat kembali para pengrajin di kampung tugu 
asal Banda dengan sebutan keroncong, karena menghasilkan bunyi 
‘crong’. namun popularitas cavaquinho yang kemudian mendunia 
berawal dari hawaii pada abad kesembilanbelas ketika instrumen itu 
dinamakan ukulele. Di kampung tugu para pemukim itu membentuk 
sebuah komunitas kristiani berbahasa portugis cristão. Selain berbahasa 
cristão, ditemukannya lagu Moresco asal moor, dan alat musik cavaquinho 
asal portugal menjadi dasar kesimpulan bahwa mereka adalah orang 
portugis. munculnya nama keluarga seperti Quiko, de Sousa, michiels, 
cornelis, dan keahlian membuat alat musik, serta ditemukannya lagu 
Cafrinho asal Goa, menjadi dasar kesimpulan bahwa mereka adalah 
campuran orang Goa dan Banda. penelitian ini menamakan mereka 
sebagai komunitas tugu, komunitas yang telah melahirkan musik 
keroncong di kampung tugu sejak abad ketujuhbelas. penelitian ini 
menyimpulkan bahwa tekstur lagu keroncong Moresco atau Kr. Moritsku 
identik dengan fado portugis Camélias dan Folgadinho sebagai pengiring 
tarian Moresco, melalui alur melodi bermotif kromatik neighbouring 
note, vokalis bersuara nasal dengan ekspresi coração, syair bernada 
melankolik, dan penggunaan instrumen ukulele. Krontjong Toegoe 
menyebar ke kampung Bandan yang dihuni kelompok etnik asal 
Banda, dan melalui lagu Prounga melahirkan Krontjong Bandan. 
Krontjong Toegoe kemudian menyebar ke Batavia melalui lagu hindia 
Belanda Oud Batavia. Krontjong Toegoe ditiru oleh kelompok pemusik 
Krokodilen indo-Belanda di kemajoran dan melahirkan Krontjong 
Kemajoran. istilah ‘buaya keroncong’ berasal dari sepak terjang 
kelompok pemusik Krokodilen yang tidak terpuji. Genre generik 
Krontjong Toegoe adalah seni iringan (the art of accompaniment) sebagai musik pengiring vokal atau tarian. tekstur lagunya bersifat monodik, 
dengan struktur melodi yang simetrik dalam not seperdelapan (quaver), 
progresi harmoni i-iV-V7, dengan syair berbentuk pantun. Sebagai 
pengiring vokal Krontjong Toegoe menampilkan biola sebagai pembawa 
melodi atau melodic filler, ukulele pembawa rhythmic riff, gitar pembawa 
harmoni, cello pembawa bas pizzicato, dan rebana pembawa pulsa (time 
beater). Sebagai pengiring tarian pergaulan, Krontjong Toegoe tampil 
dalam format pot-pourri menurut durasi yang diinginkan. repertoar 
Krontjong Toegoe terdiri dari lagu portugis cristão, lagu hindia Belanda, 
dan lagu Daerah indonesia. Krontjong Toegoe tumbuh dan berkembang 
menjadi musik hiburan masyarakat perkotaan yang dinamakan musik 
keroncong dalam bentuk langgam keroncong, Stambul, dan 
‘keroncong asli’. musik keroncong kemudian menyebar dari Batavia 
ke Bandoeng, Semarang, Djogdjakarta, Soerakarta, dan Soerabaja, 
selanjutnya ke makassar dan ambon. musik keroncong mengalami 
reaktualisasi pada setiap kota menurut gaya lokal tanpa kehilangan 
jatidirinya. Krontjong Toegoe dapat bertahan selama lebih dari tiga abad 
karena mampu menghimpun dana (income generating) melalui 
dukungan masyarakat (communal support) hindia Belanda sebagai seni 
baru (ars nova) yang digemari masyarakat perkotaan. komunitas tugu 
memiliki jiwa dan semangat kewirausahaan (entrepreneurship) dalam 
menjajakan pertunjukan barangan, dan keahlian (craftmanship) dalam 
pembuatan alat musik. prospek Krontjong Toegoe cukup berpeluang 
dalam menghadapi perubahan zaman karena telah membuktikan 
ketahanannya sebagai ars nova sejak abad ketujuhbelas. revitalisasi 
dilakukan melalui pengenalan pola ritmik congrock, congdut, congjazz 
dalam memenuhi selera masyarakat. Secara khusus musik Krontjong 
Toegoe dapat menjual keunikan jatidiri dan latar belakang sejarahnya 
yang multikultural. Dukungan multinasional dapat diharapkan melalui 
peranan historis pada masa kolonial dan repertoarnya yang multilingual. 
Banyaknya media cetak dan elektronik dalam dan luar negeri yang 
selama ini meliput berbagai aspek seputar Krontjong Toegoe membuktikan 
kekuatannya sebagai sumber informasi yang diminati dengan daya 
tariknya yang tidak pernah memudar. musik keroncong dalam bentuk 
strophic composed langgam keroncong tetap hidup dan berkembang 
karena memperoleh basisnya yang kokoh di Surakarta melalui lagu-
lagu langgam yang diciptakan oleh Gesang. Demikian pula bentuk through-composed ‘keroncong asli’ tumbuh dan berkembang menjadi 
bentuk keroncong yang baku sebagai musik khas indonesia setelah 
memperoleh gedugan jawa melalui lagu-lagu keroncong ciptaan 
kusbini. Sementara itu, perjalanan sejarah bentuk entr’acte Stambul 
keroncong yang menjadi piatu terbukti tidak mampu bertahan tanpa 
kehadiran ‘buaya keroncong’ lainnya. perjalanan sejarah bentuk 
keroncong lainnya juga menunjukkan bahwa tanpa berakar di 
masyarakat bentuk Keroncong Beat tidak akan dapat berkembang. 
Sebaliknya dengan dukungan jiwa dan semangat komunitasnya, musik 
Krontjong Toegoe ingin terus hidup di kampung tugu meski telah 
melahirkan musik keroncong pada tingkat nasional. penelitian ini juga 
menyimpulkan bahwa musik keroncong tidak akan punah karena 
secara koletif telah menjadi milik bersama seluruh bangsa yang 
kehidupannya dilindungi oleh negara dan masyarakat. Selain itu, faktor 
psikologis dari kelembutan lagu dan syair keroncong secara individual 
menjadi supplement yang cocok dengan kebutuhan setiap manusia 
lanjut usia. Dari waktu ke waktu akan selalu muncul penggemar baru 
yang beralih ke musik keroncong setelah jenuh dengan hingar bingar 
musik rock di usia muda. melalui modifikasi di sana sini, musik 
keroncong akan selalu tampil segar (evergreen), yang diyakini bahwa 
kesegaran itu juga akan dirasakan oleh setiap penikmat keroncong. 
Saatnya pemerintah melalui kementerian kebudayaan dan 
pariwisata membangun sistem kearsipan Arquivo Portugués Oriental 
untuk menyelamatkan berbagai artefak dan kekayaan nilai intangible 
heritage Krontjong Toegoe, dengan segala keunikan latar belakang sejarah 
kehadiran komunitas dan musiknya, agar terhindar dari kepunahan. 
Saatnya pemerintah Dki jakarta membangun museum dan sanggar 
Krontjong Toegoe sebagai pusat penelitian dan pengembangan musik 
keroncong bagi para peneliti; studio musik keroncong bagi para 
pemusik; dan sebagai objek wisata budaya dan sejarah jakarta tempo 
doeloe. Saatnya generasi muda tugu dan para pemusik Krontjong Toegoe 
menyadari akan tugas dan kewajiban mereka untuk melaksanakan 
amanah para leluhur dengan memelihara berbagai nilai tradisi kampung 
tugu yang diwariskan kepada mereka; tegar menghadapi derasnya arus 
komersialisasi dan daya tarik musik populer; bahwa mereka merupakan 
generasi penerus yang pada gilirannya akan menerima tongkat estafet 
dari para sesepuh tugu sebagai pelaku sejarah. Saatnya Sinode Gereja tugu menoleh dan bercermin pada sejarah dibangunnya gereja itu 
dalam menetapkan kebijakan terhadap Gereja tugu; bertanggungjawab 
terhadap pembinaan keimanan kristiani para warga tugu, serta 
menjamin partisipasi komunitas tugu dalam keanggotaan organisasi 
Gereja tugu. pada dasarnya Gereja tugu harus tetap menjadi bagian 
yang integral dari keberadaan komunitas tugu yang tergabung dalam 
ikatan keluarga Besar tugu (ikBt), dan keberlangsungan musik 
Krontjong Toegoe sebagai pusaka warisan leluhur mereka.</description><publisher>BP ISI Yogyakarta</publisher><date>2011-07-11</date><type>Book:BookSection</type><type>PeerReview:PeerReviewed</type><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>http://digilib.isi.ac.id/1183/1/Pages%20from%20Buku%20Krontjong%20Toegoe.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>http://digilib.isi.ac.id/1183/2/Buku%20Krontjong%20Toegoe.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>http://digilib.isi.ac.id/1183/3/Krontjong%20Toegoe.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>http://digilib.isi.ac.id/1183/4/Poster%20Krontjong%20Toegoe.pdf</identifier><identifier> Victorius Ganap, 19480616198003 1 001 (2011) Krontjong Toegoe. In: Krontjong Toegoe. BP ISI Yogyakarta, Yogyakarta. ISBN 978-979-8242-24-3 </identifier><relation>http://lib.isi.ac.id</relation><recordID>1183</recordID></dc>
|
language |
eng |
format |
Book:BookSection Book PeerReview:PeerReviewed PeerReview Book:Book |
author |
Victorius Ganap, 19480616198003 1 001 |
title |
Krontjong Toegoe |
publisher |
BP ISI Yogyakarta |
publishDate |
2011 |
isbn |
1948061619800 |
topic |
Komposisi Musik Penyajian musik (musik pertunjukan dan pop-jazz) Pengkajian seni musik (musikologi dan pendidikan musik) |
url |
http://digilib.isi.ac.id/1183/1/Pages%20from%20Buku%20Krontjong%20Toegoe.pdf http://digilib.isi.ac.id/1183/2/Buku%20Krontjong%20Toegoe.pdf http://digilib.isi.ac.id/1183/3/Krontjong%20Toegoe.pdf http://digilib.isi.ac.id/1183/4/Poster%20Krontjong%20Toegoe.pdf http://digilib.isi.ac.id/1183/ http://lib.isi.ac.id |
contents |
Melalui paparan dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya,
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. musik keroncong
indonesia memiliki unsur musik portugis abad keenambelas
yang dipengaruhi budaya islami bangsa moor dari afrika Utara yang
masuk dan berkembang di portugal, antara lain dalam bentuk lagu dan
tarian yang dikenal dengan sebutan Moresco. perjanjian Tordesillas
dengan Spanyol pada tahun 1494 membuka jalan bagi portugis
melakukan pelayaran ke timur melalui cape Verde di Samudera
atlantik, tanjung pengharapan Baik di afrika Selatan, Bab el mandeb
di jazirah arab, hingga mencapai Goa di india Depan, coromandel
dan Bengali di india Belakang, lalu memasuki asia tenggara melalui
arakan di Birma, semenanjung malaka, Sunda kalapa, hingga
kepulauan maluku lalu terus ke utara, hingga ke jepang dan cina di
asia timur. Selama lebih dari seabad sejak tahun 1513, portugis telah
menanamkan pengaruh agama dan budayanya di maluku dan Flores
yang peninggalannya masih dapat ditemukan saat ini. musik portugis
juga pertama kali diperkenalkan di maluku melalui para misionaris
portugis, yang diterima dengan baik oleh penduduk pribumi.
peninggalan musik portugis dari abad keenambelas juga masih dapat
ditemukan saat ini di maluku dan halmahera. melalui lagu Moresco
dan Cafrinho, musik portugis abad keenambelas juga ditemukan pada
komunitas tugu di kampung tugu sejak tahun 1661. masuknya musik
portugis abad keenambelas dari maluku ke kampung tugu dibawa
oleh para laskar portugis asal Goa yang bertugas di pulau Banda bersama
keluarga mereka orang pribumi Banda. mereka merupakan orang
pelarian dari Banda ketika pulau itu diserbu oleh Voc pada tahun
1620-an. Dalam pelarian itu kapal mereka rusak dan karam di pantai cilincing. mereka ditangkap Voc lalu dibebaskan setelah berpindah
agama sesuai perjanjian. mereka menjadi orang merdeka dan dibuang
ke kampung tugu. mereka adalah pemukim pertama yang mendiami
kampung tugu. letak kampung tugu yang terisolasi telah mendorong
mereka untuk menghidupkan kembali musik portugis melalui lagu
Moresco dan Cafrinho dengan iringan alat musik buatan mereka sendiri
yang disebut keroncong, sebagai prototype dari cavaquinho, alat musik
portugis abad keenambelas yang dibawa para pelaut dari portugal.
perjalanan panjang cavaquinho dilakukan dengan mengikuti pelayaran
para pelaut portugis hingga ke pulau Banda dan kampung tugu.
model cavaquinho dibuat kembali para pengrajin di kampung tugu
asal Banda dengan sebutan keroncong, karena menghasilkan bunyi
‘crong’. namun popularitas cavaquinho yang kemudian mendunia
berawal dari hawaii pada abad kesembilanbelas ketika instrumen itu
dinamakan ukulele. Di kampung tugu para pemukim itu membentuk
sebuah komunitas kristiani berbahasa portugis cristão. Selain berbahasa
cristão, ditemukannya lagu Moresco asal moor, dan alat musik cavaquinho
asal portugal menjadi dasar kesimpulan bahwa mereka adalah orang
portugis. munculnya nama keluarga seperti Quiko, de Sousa, michiels,
cornelis, dan keahlian membuat alat musik, serta ditemukannya lagu
Cafrinho asal Goa, menjadi dasar kesimpulan bahwa mereka adalah
campuran orang Goa dan Banda. penelitian ini menamakan mereka
sebagai komunitas tugu, komunitas yang telah melahirkan musik
keroncong di kampung tugu sejak abad ketujuhbelas. penelitian ini
menyimpulkan bahwa tekstur lagu keroncong Moresco atau Kr. Moritsku
identik dengan fado portugis Camélias dan Folgadinho sebagai pengiring
tarian Moresco, melalui alur melodi bermotif kromatik neighbouring
note, vokalis bersuara nasal dengan ekspresi coração, syair bernada
melankolik, dan penggunaan instrumen ukulele. Krontjong Toegoe
menyebar ke kampung Bandan yang dihuni kelompok etnik asal
Banda, dan melalui lagu Prounga melahirkan Krontjong Bandan.
Krontjong Toegoe kemudian menyebar ke Batavia melalui lagu hindia
Belanda Oud Batavia. Krontjong Toegoe ditiru oleh kelompok pemusik
Krokodilen indo-Belanda di kemajoran dan melahirkan Krontjong
Kemajoran. istilah ‘buaya keroncong’ berasal dari sepak terjang
kelompok pemusik Krokodilen yang tidak terpuji. Genre generik
Krontjong Toegoe adalah seni iringan (the art of accompaniment) sebagai musik pengiring vokal atau tarian. tekstur lagunya bersifat monodik,
dengan struktur melodi yang simetrik dalam not seperdelapan (quaver),
progresi harmoni i-iV-V7, dengan syair berbentuk pantun. Sebagai
pengiring vokal Krontjong Toegoe menampilkan biola sebagai pembawa
melodi atau melodic filler, ukulele pembawa rhythmic riff, gitar pembawa
harmoni, cello pembawa bas pizzicato, dan rebana pembawa pulsa (time
beater). Sebagai pengiring tarian pergaulan, Krontjong Toegoe tampil
dalam format pot-pourri menurut durasi yang diinginkan. repertoar
Krontjong Toegoe terdiri dari lagu portugis cristão, lagu hindia Belanda,
dan lagu Daerah indonesia. Krontjong Toegoe tumbuh dan berkembang
menjadi musik hiburan masyarakat perkotaan yang dinamakan musik
keroncong dalam bentuk langgam keroncong, Stambul, dan
‘keroncong asli’. musik keroncong kemudian menyebar dari Batavia
ke Bandoeng, Semarang, Djogdjakarta, Soerakarta, dan Soerabaja,
selanjutnya ke makassar dan ambon. musik keroncong mengalami
reaktualisasi pada setiap kota menurut gaya lokal tanpa kehilangan
jatidirinya. Krontjong Toegoe dapat bertahan selama lebih dari tiga abad
karena mampu menghimpun dana (income generating) melalui
dukungan masyarakat (communal support) hindia Belanda sebagai seni
baru (ars nova) yang digemari masyarakat perkotaan. komunitas tugu
memiliki jiwa dan semangat kewirausahaan (entrepreneurship) dalam
menjajakan pertunjukan barangan, dan keahlian (craftmanship) dalam
pembuatan alat musik. prospek Krontjong Toegoe cukup berpeluang
dalam menghadapi perubahan zaman karena telah membuktikan
ketahanannya sebagai ars nova sejak abad ketujuhbelas. revitalisasi
dilakukan melalui pengenalan pola ritmik congrock, congdut, congjazz
dalam memenuhi selera masyarakat. Secara khusus musik Krontjong
Toegoe dapat menjual keunikan jatidiri dan latar belakang sejarahnya
yang multikultural. Dukungan multinasional dapat diharapkan melalui
peranan historis pada masa kolonial dan repertoarnya yang multilingual.
Banyaknya media cetak dan elektronik dalam dan luar negeri yang
selama ini meliput berbagai aspek seputar Krontjong Toegoe membuktikan
kekuatannya sebagai sumber informasi yang diminati dengan daya
tariknya yang tidak pernah memudar. musik keroncong dalam bentuk
strophic composed langgam keroncong tetap hidup dan berkembang
karena memperoleh basisnya yang kokoh di Surakarta melalui lagu-
lagu langgam yang diciptakan oleh Gesang. Demikian pula bentuk through-composed ‘keroncong asli’ tumbuh dan berkembang menjadi
bentuk keroncong yang baku sebagai musik khas indonesia setelah
memperoleh gedugan jawa melalui lagu-lagu keroncong ciptaan
kusbini. Sementara itu, perjalanan sejarah bentuk entr’acte Stambul
keroncong yang menjadi piatu terbukti tidak mampu bertahan tanpa
kehadiran ‘buaya keroncong’ lainnya. perjalanan sejarah bentuk
keroncong lainnya juga menunjukkan bahwa tanpa berakar di
masyarakat bentuk Keroncong Beat tidak akan dapat berkembang.
Sebaliknya dengan dukungan jiwa dan semangat komunitasnya, musik
Krontjong Toegoe ingin terus hidup di kampung tugu meski telah
melahirkan musik keroncong pada tingkat nasional. penelitian ini juga
menyimpulkan bahwa musik keroncong tidak akan punah karena
secara koletif telah menjadi milik bersama seluruh bangsa yang
kehidupannya dilindungi oleh negara dan masyarakat. Selain itu, faktor
psikologis dari kelembutan lagu dan syair keroncong secara individual
menjadi supplement yang cocok dengan kebutuhan setiap manusia
lanjut usia. Dari waktu ke waktu akan selalu muncul penggemar baru
yang beralih ke musik keroncong setelah jenuh dengan hingar bingar
musik rock di usia muda. melalui modifikasi di sana sini, musik
keroncong akan selalu tampil segar (evergreen), yang diyakini bahwa
kesegaran itu juga akan dirasakan oleh setiap penikmat keroncong.
Saatnya pemerintah melalui kementerian kebudayaan dan
pariwisata membangun sistem kearsipan Arquivo Portugués Oriental
untuk menyelamatkan berbagai artefak dan kekayaan nilai intangible
heritage Krontjong Toegoe, dengan segala keunikan latar belakang sejarah
kehadiran komunitas dan musiknya, agar terhindar dari kepunahan.
Saatnya pemerintah Dki jakarta membangun museum dan sanggar
Krontjong Toegoe sebagai pusat penelitian dan pengembangan musik
keroncong bagi para peneliti; studio musik keroncong bagi para
pemusik; dan sebagai objek wisata budaya dan sejarah jakarta tempo
doeloe. Saatnya generasi muda tugu dan para pemusik Krontjong Toegoe
menyadari akan tugas dan kewajiban mereka untuk melaksanakan
amanah para leluhur dengan memelihara berbagai nilai tradisi kampung
tugu yang diwariskan kepada mereka; tegar menghadapi derasnya arus
komersialisasi dan daya tarik musik populer; bahwa mereka merupakan
generasi penerus yang pada gilirannya akan menerima tongkat estafet
dari para sesepuh tugu sebagai pelaku sejarah. Saatnya Sinode Gereja tugu menoleh dan bercermin pada sejarah dibangunnya gereja itu
dalam menetapkan kebijakan terhadap Gereja tugu; bertanggungjawab
terhadap pembinaan keimanan kristiani para warga tugu, serta
menjamin partisipasi komunitas tugu dalam keanggotaan organisasi
Gereja tugu. pada dasarnya Gereja tugu harus tetap menjadi bagian
yang integral dari keberadaan komunitas tugu yang tergabung dalam
ikatan keluarga Besar tugu (ikBt), dan keberlangsungan musik
Krontjong Toegoe sebagai pusaka warisan leluhur mereka. |
id |
IOS2705.1183 |
institution |
Institut Seni Indonesia Yogyakarta |
institution_id |
84 |
institution_type |
library:university library |
library |
Perpustakaan Institut Seni Indonesia Yogyakarta |
library_id |
99 |
collection |
Institutional Repository Institut Seni Indonesia Yogyakarta |
repository_id |
2705 |
subject_area |
Arts/Seni, Kesenian Culture and Institutions/Kultur, Ilmu Budaya, Kebudayaan dan Lembaga-lembaga, Institusi Tata Kelola Seni Pengkajian Seni |
city |
KOTA YOGYAKARTA |
province |
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA |
repoId |
IOS2705 |
first_indexed |
2017-02-25T15:06:13Z |
last_indexed |
2021-09-14T08:28:40Z |
recordtype |
dc |
_version_ |
1765778007570513920 |
score |
17.538404 |