Representasi waria dalam film dokumenter "Waria Kisah Inklusi dari Banjarmasin"
Main Author: | Yulizar, Maya Dewanti |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.wima.ac.id/7474/1/ABSTRAK.pdf http://repository.wima.ac.id/7474/2/BAB%20I.pdf http://repository.wima.ac.id/7474/3/BAB%20II.pdf http://repository.wima.ac.id/7474/4/BAB%20III.pdf http://repository.wima.ac.id/7474/5/BAB%20IV.pdf http://repository.wima.ac.id/7474/6/BAB%20V.pdf http://repository.wima.ac.id/7474/ |
Daftar Isi:
- Peneliti memilih film dokumenter “Waria : Kisah Inklusi dari Banjarmasin” karena terdapat beberapa keunikan dalam film tersebut, antara lain yaitu film ini menampilkan waria dalam segi positif yang cenderung berbeda dengan fakta yang terjadi di masyarakat. Film ini merupakan salah satu film dokumenter di Indonesia yang dibuat oleh Program Peduli pada bulan September 2015 dan mengangkat isu tentang waria. Oleh karena itu maka rumusan masalah yang tepat dalam penelitian ini ialah, “bagaimana film dokumenter “Waria : Kisah Inklusi dari Banjarmasin” merepresentasikan waria?”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggambaran waria dalam film dokumenter “Waria : Kisah Inklusi dari Banjarmasin”. Untuk menganalisa film ini peneliti menggunakan acuan teori “Waria sebagai Kaum Minoritas”, serta “Film sebagai Media Representasi” yang kemudian akan dibedah menggunakan metode analisis semiotika milik Roland Barthes dengan dua tahapnya yakni denotasi dan konotasi. Sedangkan jenis penelitian yang akan digunakan ialah deskriptif kualitatif. Hasil dalam penelitian ini waria digambarkan dengan cara yang berbeda yaitu dapat diterima oleh keluarganya, masyarakat ataupun dalam segi pekerjaan. Film ini tidak memandang waria sebagai kaum minoritas yang harus dikucilkan oleh keluarga ataupun masyarakat, melainkan waria menjadi bagian dari masyarakat. Tetapi film ini tidak sepenuhnya menampilkan inklusi sosial, dimana terdapat tanda-tanda pada film ini yang masih menjadi batasan terhadap waria dengan masyarakat.