Konsep penderitaan menurut Meister Eckhart dalam The book of divine comfort
Main Author: | Dearbantolo, Robertus Silveriano Raditya |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2020
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.wima.ac.id/22300/11/ABSTRAKSI.pdf http://repository.wima.ac.id/22300/2/BAB%201.pdf http://repository.wima.ac.id/22300/3/BAB%202.pdf http://repository.wima.ac.id/22300/4/BAB%203.pdf http://repository.wima.ac.id/22300/18/BAB%20IV.pdf http://repository.wima.ac.id/22300/ |
Daftar Isi:
- Penderitaan adalah salah satu realitas yang dialami oleh setiap manusia. Entah dalam bentuk apapun, manusia pasti pernah mengalami penderitaan. Tidak ada seorangpun ingin merasakan dan mengalami penderitaan karena penderitaan seolah-olah menghalangi manusia untuk mencapai kebahagiaan dan kebaikan tertinggi. Refleksi mengenai penderitaan senantiasa dibuat oleh manusia dari berbagai zaman untuk menunjukkan betapa pentingnya topik ini dalam keberadaan manusia. Meister Eckhart merupakan salah satu pemikir dari abad pertengahan yang mencoba merefleksikan mengenai penderitaan. Karya tulis ini berusaha membahas konsep penderitaan menurut Meister Eckhart dalam The Book of Divine Comfort. Selain itu, penulis juga mencoba menggali tradisi intelektual yang tumbuh di dalam Ordo Dominikan lewat pembahasan salah satu tokoh pemikir dari Ordo Dominikan di abad pertengahan ini. Setelah melakukan penelitan, penulis menemukan beberapa kesimpulan mengenai konsep penderitaan menurut Meister Eckhart dalam The Book of Divine Comfort. Penderitaan yang dimaksud oleh Meister Eckhart adalah penderitaan yang tampak dalam realitas yang dialami oleh manusia. Dalam upaya untuk memahami penderitaan secara ontologi, Meister Eckhart mengungkapkan suatu paradoks, “Penderitaanku adalah Allah.” Paradoks harus dilihat dari latar belakang Neo-Platonis yang sangat kuat di dalam pemikiran Meister Eckhart. Meister Eckhart menawarkan suatu dialektika antara penderitaan dan penghiburan serta hubungannya dengan Allah karena segala sesuatu dilihat dalam relasinya dengan Allah. Konsep coincidence of opposites (coincidentia oppositorum) juga dapat membantu kita untuk memahami bahwa penderitaan dijelaskan dalam relasinya dengan Allah. Dengan demikian, ada pernyataan-pernyataan Meister Eckhart yang harus dipahami secara metafora dan tidak secara literal. Meister Eckhart menawarkan jawaban dari sudut pandang teodicea mengenai alasan mengapa terjadinya penderitaan. Kendati demikian, ia menyatakan bahwa Allah tidak dapat menjadi sumber penderitaan karena Allah adalah sumber kebaikan, kebahagiaan, dan penghiburan. Kendati Allah bukanlah sumber penderitaan, Allah dapat mengijinkan penderitaan kepada manusia. Meister Eckhart juga menunjukkan kaitan antara penderitaan dengan kebahagiaan manusia yang tampak dalam persatuan mistik. Kebahagiaan manusia identik dengan visi akan Allah dan pengetahuan akan Allah. Meister Eckhart mengembangkan pemikiran apophasis dari Pseudo-Dionisius untuk menggambarkan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan yang sejati akan Allah. Melalui konsep apophasis, Meister Eckhart menemukan bahwa sumber penderitaan adalah keterikatan (attachment) kepada sesuatu yang bukan Allah. Sebaliknya, jalan keluar dari penderitaan adalah melalui pelepasan (detachment) dari segala sesuatu yang bukan Allah. Dalam hubungannya dengan keutamaan, Meister Eckhart menunjukkan bahwa keutamaan disempurnakan lewat penderitaan. Meister Eckhart merujuk pada keutamaan kesabaran digunakan dalam menghadapi penderitaan. Kendati demikian, sikap terbaik dalam menghadapi penderitaan adalah sikap damai. Meister Eckhart juga menunjukkan bagaimana penderitaan ditransformasikan. Penderitaan ditransformasikan lewat menempatkan penderitaan dalam kaca mata Allah sendiri. Segala sesuatu dipusatkan pada Allah.