Daftar Isi:
  • Ubi jalar merupakan komoditas pangan penting di Indonesia dan diusahakan oleh berbagai populasi dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Produksi ubi jalar meningkat dari tahun ke tahun, menyebabkan ubi jalar yang banyak tersedia di pasar Indonesia dengan harga yang murah. Ubi jalar mempunyai keragaman sifat fisik yang luas berupa variasi bentuk, ukuran, warna kulit, dan warna daging umbi. Ubi jalar jingga mengandung karotenoid dan asam askorbat serta serat dalam jumlah yang cukup. Karotenoid adalah pigmen yang memiliki kisaran warna dari kuning ke merah, larut dalam lemak dan merupakan sumber vitamin A. Oleh karena itu, penambahan ubi jalar jingga dalam kerupuk yang terbuat dari tapioka perlu diteliti. Kerupuk yang mengandung mash ubi jalar jingga kukus dikembangkan dengan penambahan lesitin untuk mengurangi kehilangan vitamin A pada produk akhir. Kerupuk ubi jalar jingga merupakan salah satu diversifikasi pangan lokal karena berbasis sumber daya lokal. Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari satu faktor yaitu konsentrasi ubi jalar jingga (60, 70, 80, 90, dan 100% dari tepung tapioka), dimana setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan mash ubi jalar jingga kukus berpengaruh nyata antar perlakuan terhadap kadar air adonan (87,88-98,00% db), kerupuk mentah (11,61-13,37% db) dan kerupuk goreng (6,26-7,61% db), daya pengembangan (318,81-425,22%), daya patah (5,91-9,27 N/s), dan sifat sensoris kerupuk yang meliputi warna (4,8375-5,7125) dan kerenyahan (5,1500-5,7750). Semakin tinggi tingkat penambahan mash ubi jalar jingga kukus maka semakin tinggi kadar air adonan, kerupuk mentah, kerupuk goreng, dan sifat sensoris warna kerupuk ubi jalar jingga namun semakin rendah daya pengembangan, daya patah, dan sifat sensoris kerenyahan kerupuk ubi jalar jingga. Perlakuan terbaik berdasarkan uji organoleptik adalah kerupuk dengan penambahan 70% mash ubi jalar jingga kukus.