Daftar Isi:
  • Sebuah kota besar terutama kota Semarang pastinya ditempati penduduk yang padat, dan tidak semua orang yang ada di Semarang merupakan penduduk asli Semarang, tak jarang mereka berasal dari luar kota Semarang. Kepadatan penduduk tersebut tidak diiringi dengan pertambahan lapangan pekerjaan. Hal ini memunculkan kreatifitas seseorang untuk memulai membuka usahanya sendiri. Usaha yang dipilih kebanyakan membuka usaha sebagai Pedagang Kaki Lima (PKL). Pemerintah daerah kota Semarang memiliki pendapatan dari berbagai macam aspek salah satunya adalah Pedagang Kaki Lima (PKL), namun seiring berkembangnya waktu muncul berbagai macam Pedagang Kaki Lima (PKL) di tempat yang tidak diijinkan oleh pemerintah dan hal ini menjadi masalah bagi pemerintah karena mengganggu tata kota, kenyamanan, dan keamanan pengguna jalan di Kota Semarang. Pada dasarnya kehadiran Pedagang Kaki Lima (PKL) telah lama menjadi bagian dari kota Semarang, dimanakehadiran Pedagang Kaki Lima (PKL) tetap saja memunculkan dampak positif maupun negatif, karena keberadaannya telah mengganggu tata kota Semarang dikarenakan lokasi perdagangan para Pedagang Kaki Lima (PKL) mayoritas berada di pusat kota yang menimbulkan dampak negatif. Tindakan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang melanggar peraturan dengan membuka usahanya di sembarang tempat inilah yang selalu menimbulkan masalah khususnya yang dibahas dalam penelitian ini Pedagang Kaki Lima (PKL) di kota Semarang. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. Spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis, yaitu penulisan yang menggambarkan suatu peraturan pemerintah dalan tulisan ini adalah Perda No 11 Tahun 2000 Tentang Pengaturan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berlaku. Adapun metode pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi pada obyek penelitian dan melalui wawancara, sedangkn metode analisis data yang digunakan adalah empiric kualitatif. Tindakan PKL yang melanggar peraturan dengan membuka usahanya di sembarang tempat inilah yang selalu menimbulkan masalah. Pemerintah melakukan berbagai upaya guna mengatur Pedagang Kaki Lima (PKL) dengan melakukan berbagai upaya guna mengatur PKL dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan yakni Perda No. 6 Tahun 2008 tentang Pemakaian Kekayaan Daerah (Sewa Lahan PKL), dan Perda No. 11 Tahun 2000 tentang Pengaturan Pedagang Kaki Lima (PKL). Selain mengeluarkan peraturan pemerintah juga membuat sentra-sentra PKL, dan memindahkan PKL yang berada di jalan protocol ke lokasi sesuai dengan SK Walikota No. 511.3/16 Tahun 2001 tentang Penetapan Lahan / Lokasi Pedagang Kaki Lima di Wilayah Kota Semarang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis menyimpulkan bahwa dalam kenyataannya masih banyak Pedagang Kaki Lima (PKL) yang tidak mengetahui adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pedagang Kaki Lima (PKL). Sebagian Pedagang Kaki Lima (PKL) mengetahui bahwa tempat yang digunakannya untuk berjualan itu bukanlah tempat untuk berjualan / dilarang pemerintah untuk dijadikan tempat berjualan, tetapi Pedagang Kaki Lima (PKL) tetap berjualan di tempat tersebut. Hal ini disebabkan karena Pedagang Kaki Lima (PKL) menganggap bahwa tempatnya berjualan tersebut tepat untuk berjualan dan tidak tahu harus pindah kemana. Masalah ini pemerintah baiknya lebih melakukan sosialisasi ke PKL tentang peraturan PKL yang ada dan mengarahkan PKL untuk menempati lokasi yang telah ditentukan. Kata kunci : Pedagang Kaki Lima(PKL), pengaturan PKL, perencanaan tata ruang kota.