Daftar Isi:
  • Saat ini usaha jasa laundry banyak diminati oleh masyarakat, hal ini terjadi karena banyak masyarakat yang sibuk dan tidak mampu melakukan kegiatan seharihari seperti mencuci maupun menyetrika pakaian. Banyak dijumpai pelaku usaha laundry yang memberikan harga murah namun tidak diimbangi dengan kualitas, sehingga banyak ditemui keluhan dari konsumen seperti pakaian tidak wangi, rusak, luntur bahkan hilang. Oleh karena itu penulis memilih judul “ Pelaksanaan tanggung jawab Pelaku Usaha Laundry terhadap Konsumen Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 (Studi Kasus Usaha Laundry di Sekitar Kampus Universitas Katolik Soegijapranata Semarang ) .“ dan perumusan masalah yang dapat ditarik adalah bagaimana pelaksanaan tanggung jawab pelaku usaha laundry kepada konsumen yang mengalami kerugian? Bagaimana prosedur yang harus dilalui konsumen dalam hal meminta pertanggung jawaban pelaku usaha? dan bagaimana pelaksanaan penggunaan klausul baku dalam perjanjian antara pelaku usaha laundry dengan konsumen? Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu suatu metode yang menekankan proses pemahaman masalah untuk mengkonstruksikan gejala hukum yang kompleks. Dimana peneliti menjelaskan alasan-alasan subyektif peneliti tentang pemilihan obyek atau subyek yang diteliti secara spesifik dengan batasan-batasan yang cukup jelas tentang Pelaksanaan tanggung jawab Pelaku Usaha Laundry terhadap Konsumen Berdasarkan Undang- Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 (Studi Kasus Usaha Laundry di Sekitar Kampus Universitas Katolik Soegijapranata Semarang ). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: pelaksanaan tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen kurang maksimal karena konsumen yang mengalami kerugian tidak sepenuhnya mendapat ganti kerugian dari pelaku usaha laundry, hal ini tidak sesuai dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Prosedur pengajuan complain kepada pelaku usaha termasuk dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan, hal ini sudah sesuai dengan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam kasus ini penyelesaian sengketa ditempuh dengan cara penyelesaian tuntutan ganti rugi seketika dengan dasar Pasal 19 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Penggunaan klausul baku dalam perjanjian pelaku usaha laundry dengan konsumen dalam pelaksanaannya terdapat pengalihan tanggung jawab oleh pelaku usaha, hal ini bertentangan dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen