MAKNA “SILAS” MENURUT KEARIFAN BUDAYA SUNDA PERSPEKTIF FILSAFAT NILAI: RELEVANSINYA BAGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

Main Authors: Saleh, Firdaus, -, Soejadi, -, Lasiyo
Other Authors: LPPM UNPAD
Format: Article info application/pdf eJournal
Bahasa: ind
Terbitan: Universitas Padjadjaran , 2013
Subjects:
Online Access: http://jurnal.unpad.ac.id/sosiohumaniora/article/view/5745
http://jurnal.unpad.ac.id/sosiohumaniora/article/view/5745/3057
Daftar Isi:
  • Makna silih asih, silih asah, silih asuh (Silas) sebagai kearifan budaya Sunda mengandung nilaikeharmonisan dalam membangun kualitas kemanusiaan, sehingga digunakan sebagai metodepemberdayaan masyarakat miskin. Dalam perspektif filsafat nilai, makna nilai tersebut memiliki relevansibagi pemberdayaan masyarakat miskin, karena secara sistematika filsafat menunjukkan bahwa, silihasih mengandung makna nilai ontologis, silih asah mengandung makna nilai epistemologis, dan silihasuh mengandung nilai aksiologis. Pada hakikatnya, manusia miskin diakibatkan oleh ketidakberdayaanmengoptimalkan fungsi susunan hakikat kodrat berupa jiwa (akal, rasa, karsa) dan raganya melaluikehidupannya, sehingga dibutuhkan transformasi nilai pemberdayaan dalam hakikat kodrat manusiayang menjadi subtansi dasarnya. Esensi makna nilai Silas bersifat universal sesuai dengan nilai-nilaiPancasila yang digunakan sebagai metode pemberdayaan masyarakat miskin dengan memiliki ciri-ciriberfikir kefilsafatan, bersifat konseptual, runtut, dan sistematis. Dalam menginternalisasikan maknatersebut, ternyata lebih kondusif pada masyarakat perdesaan daripada perkotaan, tetapi menghadapikendala mulai tergerusnya nilai tersebut dalam akulturasi dengan budaya luar, sehingga dibutuhkanrefungsionalisasi makna Silas dengan melakukan redefinisi dalam dimensi kekinian dan tidak mengubahkandungan subtansi nilainya yang disosialisasikan kepada masyarakatnya.