PEMANFAATAN TENAGA ANGIN SEBAGAI PELAPIS ENERGI SURYA PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA HIBRID DI PULAU WANGI-WANGI

Main Authors: Widyanto, Salasi Wasis, Wisnugroho, Susilo, Agus, Muhammad
Format: Article info application/pdf eJournal
Bahasa: eng
Terbitan: Universitas Muhammadiyah Jakarta , 2018
Online Access: https://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek/article/view/3599
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek/article/view/3599/2705
Daftar Isi:
  • Energi angin sebagai salah satu energi yang terbarukan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai energi alternatif bagi energi dari bahan bakar fosil. Potensi energi alternatif terbarukan lainnya yang juga diklaim memiliki kans besar terutama di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah tenaga surya. Keduanya disebut Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH) jika diintegrasikan kinerjanya. Masalah klasik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah tidak kontinyunya intensitas radiasi matahari yang bisa dimanfaatkan, terutama saat mendung, hujan, dan malam hari. Pelapis energi yang dimungkinkan bisa menutupi kelemahan ini adalah Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), namun energi ini juga memiliki masalah dari sisi distribusi kecepatannya yang relatif rendah dan besar kecepatannya fluktuatif. Tujuan dilakukannya penelitian ini difokuskan untuk mengetahui kecepatan angin di Pulau Wangi-wangi, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, khususnya saat intensitas radiasi matahari menurun, sehingga bisa diketahui apakah pemanfaatan tenaga angin sebagai pelapis energi surya merupakan langkah yang efektif atau tidak. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik non statistik menggunakan grafik. Hasil pengolahan data mengungkap bahwa rata-rata kecepatan angin maksimal sebesar 2,847 m/s, sehingga potensi daya listrik maksimal sebesar 37,160 Watt. Rata-rata kecepatan angin tertinggi saat malam hari sebesar 2,877 m/s dan kecepatan angin ratarata setahun saat hujan sebesar 2,405 m/s. Kesimpulannya adalah rata-rata kecepatan angin sepanjang hari pada tahun 2017 di kawasan ini tidak bisa mencapai standar minimal kecepatan angin yang dapat membangkitkan listrik (minimal 3,3 m/s), sehingga pemanfaatan energi angin sebagai pelapis energi surya pada PLTH kurang efektif, kecuali jika digunakan turbin angin yang bisa bekerja dengan kecepatan angin rendah.