Daftar Isi:
  • Meski kematian merupakan sesuatu yang alamiah dan pasti terjadi dalam kehidupan, hal tersebut tidak menghalangi hasrat dan obsesi manusia untuk menaklukkannya (Denial of Death). Sepanjang perjalanan hidupnya manusia selalu mencari cara untuk meninggalkan sebuah jejak/legacy agar selalu diingat, dan arsitektur hadir sebagai salah satu cara bagi manusia untuk memanifestasikan keinginannya menjadi abadi. Hal ini menjadikan arsitektur memiliki sebuah formalitas yang identik dengan kepermanenan dan kekokohan, dan menjadi penanda bahwa yang baik dan mempunyai arti, juga berdampak lebih besar adalah bangunan yang kekal. Namun hal tersebut merupakan sesuatu yang cukup utopis dan susah diwujudkan, sehingga timbul pertanyaan apakah konsep keabadian masih relevan di masa kini? Bagaimana jika manusia mulai menerima ke-mortal-an dirinya, bahkan merayakannya? Melalui pertanyaan tersebut, rancangan ini berusaha mengkonstruksi sebuah produk arsitektur, dimana konsep – konsep efemeral disuntikkan dalam elemen rancang bangunan, mulai dari program ruang hingga eksplorasi material. Untuk mencapai tujuan diatas, rancangan akan difokuskan pada beberapa aspek rancang, yaitu konsep sebagian bangunan berupa instalasi yang bisa runtuh (deteorisasi dan deformasi) dan peleburan fungsi museum dan tempat ibadah. Hasil dari aspek rancang tersebut kemudian akan menghasilkan skenario dialog aktivitas dan ruang yang menarik, sehingga diharapkan ketika pengunjung selesai mengunjungi bangunan akan terbentuk persepsi penerimaaan akan mortalitas dalam dirinya.