PENCABUTAN HAK POLITIK TERPIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
Main Author: | Anjari, Warih |
---|---|
Format: | Article eJournal |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
[ 7 ] JURNAL YUDISIAL
, 2015
|
Online Access: |
http://lib.law.ugm.ac.id/ojs/index.php/jyud/article/view/4538 |
Daftar Isi:
- Penerapan pidana merupakan sarana penal mencegah terjadinya tindak pidana. Penjatuhan pidana tidak boleh bertentangan dengan ketentuan nasional maupun internasional. Penjatuhan pidana merupakan kewenangan hakim. Penjatuhan pidana tambahan pencabutan hak politik bagi terpidana korupsi tercantum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 537K/Pid.Sus/2014, dan Nomor 1195K/Pid.Sus/2014 adalah pelaksanaan dari sarana penal. Penerapannya tidak dibatasi jangka waktu seperti diatur dalam Pasal 38 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Akibatnya terjadi kontroversi dengan HAM sedangkan kejahatan yang dilakukan adalah tindak pidana korupsi. Hak memilih dan dipilih adalah salah satu hak asasi manusia yang harus dijaga keberlangsungannya. Masalah dalam paper ini adalah 1) Mengapa diperlukan penerapan pidana pencabutan hak politik bagi terpidana tindak pidana korupsi?; dan 2) Bagaimana kriteria penerapan pidana pencabutan hak politik bagi terpidana tindak pidana korupsi dalam perspektif HAM? Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundangundangan dan kasus. Kesimpulannya adalah terdapat keurgensian penerapan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik dengan kriteria korupsi dilakukan oleh penyelenggara negara yang memiliki akses politik dan pemegang jabatan eksekutif, serta akibat korupsi menyengsarakan rakyat. Penerapannya harus ada pembatasan waktu pencabutan hak politik terpidana.