MENUJU SISTEM PEMILU DENGAN AMBANG BATAS PARLEMEN YANG AFIRMATIF: Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUU-X/2012
Main Author: | Jati, Wasisto Raharjo |
---|---|
Format: | Article eJournal |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
[ 7 ] JURNAL YUDISIAL
, 2014
|
Online Access: |
http://lib.law.ugm.ac.id/ojs/index.php/jyud/article/view/3672 |
Daftar Isi:
- Tulisan ini menganalisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUU-X/2012. Putusan tersebut memuat dua hal penting. Pertama, adanya penetapan ambang batas parlemen sebesar 3,5%. Ambang batas parlemen yang seharusnya menjadi sarana untuk mengefektifkan pemilu yang berkualitas justru menjadi sarana diskriminasi bagi partai politik lainnya. Penyederhanaan partai politik kemudian diartikan sebagai pembatasan kekuasaan. Suksesi kekuasaan hanya berlangsung pada partai politik lama dan tidak akan beralih padapartai politik baru. Kedua, adanya verfikasi ulang terhadap partai politik peserta pemilu. Verifikasi kemudian menjadi permasalahan lainnya yang membuat keikutsertaan partai politik baru dalam pemilu terasa kian absurd. Verifikasi dengan menyertakan ambang batas pemilu merupakan syarat yang berat. Hal itu jelas akan menimbulkan rivalitas an tara partai politik menjadi tidak kompetitif. Demokrasi menjadi kian kabur maknanya ketika kekuatan oligarkis sendiri masih berkuasa di parlemen. MK melihat adanya ketidakpastian maupun ketidakadilan hukurn dalam substansi Pasal 8 UU No. 10 Tahun 2012.