Epistemologi Pragmatisme Dalam Pendidikan Kita

Main Author: Rosyid, Rum
Format: Article info application/pdf eJournal
Bahasa: eng
Terbitan: Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Humaniora , 2012
Online Access: http://jurnal.untan.ac.id/index.php/JPSH/article/view/380
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/JPSH/article/view/380/383
Daftar Isi:
  • Menurut aliran pragmatisme hakikat dari realitas adalah segala sesuatu yang dialami oleh manusia. Ia berpendapat bahwa inti dari realitas adalah pengalaman yang dialami manusia. Ini yang kemudian menjadi penyebab bahwa pragmatisme lebih memperhatikan hal yang bersifat keaktualan sehingga berimplikasi pada penentuan nilai dan kebenaran. Dengan demikian nilai dan kebenaran dapat ditentukan dengan melihat realitas yang terjadi di lapangan dan tidak lagi melihat faktor-faktor lain misal dosa atau tidak. Hal ini senada dengan apa yang dikataka James, Dunia nyata adalah dunia pengalaman manusia. Apa fokus pendidikan kita sekarang. Secara umum, alam menjadi titik sentral pendidikan; alam menjadi tujuan. Manusia menjadi "budak" dari alam; ilmu, teknologi dan dan hal-hal yang bersifat pragmatis mengambil tempat paling penting. Pendidikan yang berpusat pada manusia semakin tersingkir. Ini tidak lepas dari sosok yang paling berpengaruh dalam dunia pendidikan, John Dewey. Ia tokoh pendidikan Amerika Serikat pada awal dan pertengahan abad ke-20 dan menggulirkan konsep pragmatisme. Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah penyesuaian pribadi yang bertumbuh terhadap lingkungannya (education is "adjusment of the growing personality to its environment). Ia membuat lingkungan menjadi pusat pendidikan. Bagi Dewey, manusia itu harus disesuaikan terhadap lingkungannya tanpa menyebut definisi "lingkungan" (environment) secara jelas".