Analisis persediaan di depot obat rumah sakit Kebayoran melalui pendekatan analisis ABC indeks kritis Januari 1995 - Desember 1995
Main Authors: | Reza E. Zamril, author, Add author: Adik Wibowo, supervisor, Add author: Purnawan Junadi, examiner, Add author: Endang Titiek Soerjandari, examiner, Add author: Amal Chalik Sjaaf, examiner |
---|---|
Format: | Masters Bachelors |
Terbitan: |
Universitas Indonesia
, 1996
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://lontar.ui.ac.id/detail?id=80486 |
Daftar Isi:
- <b>ABSTRAK</b> Untuk memenuhi tuntutan terhadap perbaikan mutu pelayanan kesehatan masyarakat, dalam hal ini Rumah Sakit, aspek perbekalan farmasi memegang peranan penting. Untuk itu perlu adanya pelaksanaan manajemen dengan cara yang tepat agar tujuan utama yang ingin dicapai rumah sakit bisa tercapai karena persediaan obat juga melibatkan investasi yang mempengaruhi kelangsungan kegiatan rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah manajemen perbekalan farmasi telah optimal dilaksanakan, serta mengidentifikasi persediaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Kebayoran dengan cara melihat besarnya nilai investasi, volume pemakaian, berikut nilai indeks kritis ABCnya. Penelitian bersifat 'operation research' dengan menggunakan pendekatan Nilai ABC indeks Kritis, dengan analisis deskriptif secara 'Cross Sectional', yakni data penggunaan obat periode Januari 1995 - Desember 1995. Populasi penelitian terdiri atas 375 jenis obat. Data primer dikumpulkan dengan wawancara kualitatif dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan bulanan. Dari hasil penelitian didapat bahwa manajemen perbekalan farmasi pada Depot Obat rumah sakit Kebayoran belum berjalan baik hal ini terlihat dari masih banyaknya pelayanan yang tidak dapat dilayani, yakni sebesar 19%. Beberapa faktor yang menyebabkan tidak optimalnya manajemen adalah pertama, sumber daya manusia yang kurang khususnya apoteker sehingga mengakibatkan tidak adanya perencanaan, sehingga tidak dapat mengantisipasi kebutuhan obat yang akan 'digunakan; kemudian sistem pembukuan yang ada tidak berjalan dengan baik sehingga mengakibatkan masih banyak terjadi kebocoran yang mengakibatkan keuntungan yang didapat tidak maksimal; dan yang terakhir adalah belum adanya formularium yang dapat digunakan sebagai pedoman pemakaian obat yang baik sehingga menimbulkan banyaknya jenis obat yang menumpuk. Temuan yang terpenting adalah bahwa Depot Obat ternyata hanya melayani pasien rawat inap saja, ini menyebabkan rumah sakit kehilangan oppotunity cost yang sangat besar, mengingat besarnya jumlah kunjungan rawat jalan yang berjumlah 28.513 kunjungan pada tahun 1995. Berdasarkan analisis Indeks Kritis ABC, diperoleh data bahwa obat yang dipakai pada Depot Obat periode Januari 1995 - Desember 1995 terdapat 52 jenis obat (13,7%) yang selalu harus tersedia atau termasuk kategori A. Dengan nilai investasi sebesar Rp 110.013.578,- atau 62.53% dari nilai investasi keseluruhan. Untuk kategori B terdapat 231 jenis obat (61.6%) dengan total investasi sebesar Rp 58.036.200,-(33%) dan untuk kategori C terdapat 92 jenis obat (24.53%) dengan total investasi sebesar Rp 7.893.147,- (4.49%). Untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Kebayoran khususnya dalam Penyediaan Perbekalan farmasi yang perlu dilakukan adalah mengangkat seorang apoteker yang bertugas sebagai kepala seksi farmasi yang bertanggungjawab atas perencanaan dan pengadaan obat secara berkala, menghitung EOQ (Economic Order Quantity) serta ROP (Reorder Point) dalam penyediaan obat, mengkoordinir para dokter untuk membuat formularium. Dengan demikian depot obat dapat meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dengan juga melayani pasien rawat jalan. <h><i><b>ABSTRACT</b> The objective of this research is to analyze inventory control in Depot Obat, Kebayoran Hospital. This research uses ABC and Criticality Indexing to analyze the problem. The population are 375 items. Data are collected from monthly reports on the year of 1995. Interviews also have been done to describe the inventory process in this hospital. The result shows that inventory control at Depot Obat have not worked properly. It happens because there is no pharmacist, so there is no planning and the hospital could not anticipating the future needs. The lack of control also made the inventory control could not run properly, there are many leakages. It means that Depot Obat can not fulfill its function as profit center. Depot Obat only gives its services to inpatients not to outpatients. It shows that Depot Obat have not maximize its profit. The results of Criticality Indexing are 52 items (13,7%) in category A, which cost Rp 110.013.578,-. 231 items (61.6%) in category B which cost Rp 58.036.200,-. And 92 items (24.53%) in category C worth Rp 7.893.147,-. The urgency of pharmacist is the most important, because he or she is responsible in managing Depot Obat. And after that he or she could calculate Economic Order Quantity and Reorder Point of these items.</i>