Tanbin Al-Masyi Al-Mansub Ila Tariq Al-Qusyasyiyy: tanggapan As-Sinkili terhadap kontroversi doktrin wujudiyyah di Aceh pada Abad XVII: suntingan teks dan analisis isi

Main Authors: Oman Fathurahman, 1969-, author, Add author: Achadiati Ikram, 1930-, supervisor, Add author: Muhammad Luthfi, supervisor, Add author: Azyumardi Azra, examiner
Format: Masters Bachelors
Terbitan: , 1998
Subjects:
Online Access: http://lontar.ui.ac.id/detail?id=76887
Daftar Isi:
  • <b>ABSTRAK</b><br> Sejarah mencatat, bahwa pada akhir paruh pertama abad }VII, tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Sani (1637-1641), di Aceh terjadi sebuah ketegangan politik keagamaan yang melibatkan para politisi dan tokoh-tokoh agama setempat. Peristiwa tersebut bersumber dari adanya kontroversi atas doktrin wahdah al-wujud atau wujudiyyah yang dalam konteks Aceh, dikembangkan oleh Hamzah Fansuri dan Syamsuddin As-Sumatrani. <br><br> Ulama terdepan yang menentang keras ajaran tersebut adalah Nuruddin ar-Raniri, seorang Indo-Arab asal Randir (Gujarat) yang fasih berbahasa Melayu. Ar-Raniri, yang berada di Aceh dari tahun 1637 sampai 1644 itu menganggap sesat ajaran wujudiyyah Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani. Sebagai seorang ulama ortodoks yang lebih mementingkan pengamalan syariah, ar-Raniri mengeluarkan fatwa bahwa doktrin wujudiyyah bersifat heterodoks, menyimpang dari akidah Islam, sehingga mereka yang tidak mau bertobat dan menolak menanggalkan paham tersebut, dapat dianggap kafir, dan dijatuhi hukuman mati. <br><br> Sikap ar-Raniri tersebut didukung penuh oleh Sultan Iskandar Sani, sehingga para pengikut Hamzah Fansuri harus menanggung tindak kekerasan aparat kerajaan. Mereka dikejar-kejar dan dipaksa melepaskan keyakinannya terhadap doktrin wujudtyyah, bahkan karya-karya mistik Hamzah Fansuri dikumpulkan dan dibakar di depan mesjid besar Banda Aceh, Bait ur-Rahman, karena karya-karya tersebut dianggap sebagai sumber penyimpangan akidah umat Islam. <br><br> Kehadiran seorang ulama lain, yaitu Abd ar-Rauf as-Sinkili, membawa perubahan suasana di Aceh. Dengan bekal pengetahuan berbagai bidang keagamaan yang diperolehnya selama 19 tahun di tanah Arab, as-Sinkili mencoba menjadi penengah di antara kedua pihak yang bertikai. As-Sinkili tidak menolak mentah-mentah doktrin wujudiyyah yang menjadi sumber perdebatan, melainkan mencoba menafsirkannya dengan nuansa yang diharapkan dapat diterima, baik oleh ar-Raniri, maupun oleh para pengikut wujudiyyah Hamzah Fansuri dan as-Sumatrani. <br><br> Tanggapan as-Sinkili atas kontroversi doktrin wujudiyyah tersebut, secara implisit tercermin dalam salah satu naskah karangannya dalam bahasa Arab, yaitu Tanbin al-Masyi al Mansub ila Tariq al- Qusyasyiyy (Petunjuk bagi orang yang menempuh tarikat al-Qusyasyi). Naskah ini juga mengandung berbagai ajaran tasawuf as-Sinkili dalam tarikat Syatariyyah. <br><br> Dalam penelitian ini, saya mencoba membuat suntingan teks dan analisis isi atas teks dimaksud.