Tinjauan ekonomi politik terhadap hasil pengujian CAPM dengan ARCH di pasat modal Indonesia Kasus Bursa Efek Jakarta
Main Author: | Gatot Arya Putra, author |
---|---|
Format: | Masters Bachelors |
Terbitan: |
, 1996
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2017-5/20451429-T5585-Gatot Arya Putra.pdf |
Daftar Isi:
- <b>ABSTRAK</b><br> Pasar modal di Indonesia telah mengalami perkembangan pesat sebagaimana tercermin antara lain dan kinerja Bursa Efek Jakarta (BEJ). Tahun 1988, BEJ hanya memiliki 24 perusahaan yang go public dengan kapitalisasi pasar yang hanya sebesar US$290 juta. Perubahan yang luar biasa telah terjadi jika kita bandingkan dengan kinerja BEJ pada tahun 1996. Data bulan Agustus 1996 memperlihatkan kapitalisasi pasar BEJ sebesar US$76 miliar, Mexico dan Korea Selatan masing-masing memiliki kapitalisasi pasar sebesar US$86 miliar dan US$181 miliar pada tahun 1995. Dan gambaran ini tampaknya masih cukup besar ?ruang bagi BEJ untuk tumbuh lebih pesat lagi. <br><br> Pertumbuhan BEJ yang pesat sejak tahun 1988 tidak dapat dipisahkan dan deregulasi, khususnya di sektor keuangan. Di antaranya adalah dengan diperbolehkarinya investor asing untuk memiliki hingga 49 persen saham di bursa. Dampaknya adalah 80 persen perdagangan saham merupakan kontribusi investor asing) dibandingkan dengan 60 persen di Peru dan 50 persen di Malaysia, Filipina dan Pakistan. Terakhír pada tahun 1995 pemerintah menge iuarkan Undang-Undang Pasar Modal 1995 agar pembangunan pasar modal di Indonesia dapat lebih pesat lagi. <br><br> Namun pengembangan pasar modal di Indonesia tampaknya dilak ukan secara terpisah dengan upaya peningkatan daya saing perusa haan-perusahaan di dalam negeni. Misalnya dengan tidak terlihat nya kontribusi pasar modal dalam membenikan insentif terhadap usaha-usaha yang berorientasi ekspor. <br><br> Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Capital Asset Pricing Model (CAPM), sedangkan teknik estimasi yang digu nakannya adalah Ordinary Least Square (OLS) dan Autoregressive Conditional Heteroscedastic (ARCH). Dengan demikian dapat dies tiniasi besarnya nilai beta, proporsi resiko sistematis dan non sistematis dan saham-saham yang beredar di Bursa Efek Jakarta. <br><br> Penelitian ini memperlihatkan bahwa proporsi risiko nonsis tematis jauh lebih besar dan proporsi risiko sistematis pada perusahaan-perusahaan yang go public di BEJ. Artinya risiko yang ditimbulkan oleh masalah internal perusahaan sangat dominan ketimbang risiko yang ditimbulkan oleh permasalahan eksternal. <br><br> Proporsi risiko nonsistematis yang sangat besar dan penitsa haan?perusalìaan yang sudah go public sangat mungkin disebabkan oleh visi rnikro dan perusahaan yang sangat buruk. Visi mikronya lebih mengacu kepada pencarian rente ekonoini melalui upaya-upaya yang bersifat patron?kiien. Akhirnya rente ekonomi itu dapat diperoleh melalui peraturan pemenintah dalanì bentuk monopoli pasar atau penlindungan melalui berbagai kebijakan pemerintah. Teori mikroekonomi menyatakan bahwa pasar monopoli merupakan pasar yang paling tidak efisien, sedangkan pemberian proteksi yang berlebihan akan membuat pengusaha kurang tanggap terhadap dinamika pasar. <br><br> Untuk memperbaiki daya saing perusahaan?perusahaan domestik inaka upaya untuk memperbaiki perusahaan harus difokuskan pada perbaikari kondisi ,nikro masing-inasíng perusahaan seperti rendah nya kualitas manajemen dan sumber dya manusia. Dalam konteks yang lebih luas dalan rangka menghadapi menghadapi perdagangan Negara berkembang bebas maka aspek aspek pembangunan dan fasilitas (Facilitation and Development Cooperation Aspects) yang didengungkan oleh APEC (Asia Pacific Economic Cooperation), semisal dalam kerja sama teknis antara dengan negara maju, menjadi sangat penting.