Penerapan pembalikan beban pembuktian perkara gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B ayat (1) huruf A UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi studi kasus dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama Gayus Tambunan Halomoan Pertanahan dan Dhana Widiatmika = Reversal of the burden of proof case application of gratification according to the provision on Article 12 B of paragraph 1 letter A in Act No. 31 of 1999 as amended by Act No. 20 of 2001 concerning the amandment of Act No. 31 of 1999 concerning the eradication of corruption : case study Gayus Halomoan Pertanahan dan Dhana Widiatmika / Erni Pramoti

Main Author: Erni Pramoti, auhtor
Format: Masters Bachelors
Terbitan: , 2014
Subjects:
Online Access: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20365077-T38999-Erni Pramoti.pdf
Daftar Isi:
  • <b>ABSTRAK</b><br> UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memberikan sebuah nuansa baru dalam perkembangan penegakan hukum di bidang pemberantasan korupsi di Indonesia yaitu dengan dikenalnya pembalikan beban pembuktian terutama berkaitan dengan pembuktian tindak pidana gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B ayat (1) huruf a. Permasalahannyamasih jarang ditemui perkara yang menerapkan ketentuan tentang gratifikasi, padahal penggunaan pasal ini Penuntut Umum akan lebih diuntungkan karena kewajiban untuk membuktikan sudah ada pada pihak terdakwa. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana konsekuensi dari pembalikan beban pembuktian pada perkara gratifikasi terhadap proses pembuktian di muka persidangan oleh Penuntut Umum, penerapannya dalam kasus Dhana Widiatmika dan Gayus Tambunan, dan hal-hal apakah yang masih menjadi permasalahan dalam penerapannya. Hasil penelitian ini menunjukkan penerapan pembalikan beban pembuktian perkara Gratifikasi dalam Pasal 12 B terdapat kerancuan, karenapasal ini memuat dua unsur pasal yang masing-masing memiliki sistem pembuktian yang berbeda yaitu unsur “pemberian kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara” (sistem pembuktian konvensional) dan unsur “berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya” (sistem pembuktian terbalik). Dimana dalam proses pembuktian Pasal 12 Btetap mengacu pada KUHAP, sehingga menjadikan pembuktian terbalik mekanismenya tidak terlihat dalam pemeriksaan di persidangan, karena dengan tetap saja pola hakim digiring pada pola pemikirannya Jaksa Penuntut Umum. <hr> <b>ABSTRACT</b><br> Act No. 20 of 2001 on Amendments to Act No. 31 Year 1999 on Eradication of Corruption gives a new nuance in the development of law enforcement in the field of eradication of corruption in Indonesia, with the familiar reversal of the burden of proof is primarily concerned with proving the crime of gratification as provided for in Article 12 B of paragraph (1) letter a. The problem is rarely encountered cases that apply the provisions of gratification, whereas the use of this article Prosecutor will be benefited from the existing obligation to prove the defendant. This study intends to find out how the consequences of a reversal of the burden of proof on the graft case against the evidence in court by prosecution , its application in the case of Gayus Tambunan and Dhana Widiatmika, and if things are still a problem in its application. The results of this study demonstrate the applicability of the reversal of the burden of proof in the case of Article 12 B Gratuities are ambiguous, because this article contains two elements, each chapter has a different system that is an element of proof "gift to an official or state officials" (conventional verification system) and element "associated with his position and contrary to the obligations or duties"(reverse authentication system). Where in the process of proving Article 12 B still refer to the Criminal Code, making the reverse authentication mechanism is not visible in the examination in the trial, because the judge still herded the pattern of his thinking pattern Prosecution.