Profil pengasuhan pada orangtua yang memiliki anak dengan tingkat self regulation berbeda
Format: | Masters Bachelors |
---|---|
Terbitan: |
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
, 2003
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20342707-T-Fitriani.pdf |
Daftar Isi:
- Era ini ditandai dengan globalisasi informasi dan persaingan yang ketat untuk dapat hidup dengan layak. Untuk itu, antara lain diperlakan pengetahuan dan penguasaan seseorang pada bidang tertentu, dan hal tersebut memerlukan semangat atau motivasi yang tinggi untuk terus-menerus mempelajari atau menekuni suatu bidang yang digeluti/ diminati. Sehubungan dengan hal di atas, jika orangtua ingin agar anaknya bersemangat atau rajin dalam belajar. Keinginan tersebut muncul karena antara lain orang tua ingin agar anaknya menguasai materi pelajaran atan bertanggung jawab pada pendidikan yang sedang dijalaninya. "Rajin"-nya seorang anak belajar sebenarnya berkaitan erat dengsn tanggung-jawab anak tersebut pada proses belajarnya sendiri. Bacon, 1991 (dalam Bacon, 1993) menyebutkan bahwa seorang anak yang bertanggung-jawab akan mengeJjakan tugasnya tanpa diingatkan atan dipaksa oleh orang lain Walaupuu tanggung-jawab dslam beh!iar itu penting, pada kenyataannya, berdasarkan hasil dari suatu peuelitian yang dilakukan oleh Bacon (1993) diketahui bahwa sebagian besar dari anak sekolah yang ditelitinya memiliki persepsi bahwa suatu tanggung-jawab itu adalah sesuatn yang diberikan oleh orang lain ("being held responsible, bukannya "being responsible"). Selanjntnya Bacon mengatakan bahwa dalam situasi belajar. tindakan yang bertanggung jawab terdiri dari pengaturan diri (self-regulation) dan kontrol diri (self control). Menurut Zimmerman (1986), Self Regulation (selanjutnya akan disingkat sebagai SR) dslam belajar ialah suatu tingkat dimana individu adslah partisipan yang aktif bail: secara mengkognitif/motivasi, dan tingkah laku dalam mengarahkan proses belajarnya Jika dilibat definisi tersebut tampak bahwa SR tidak banya sekadar menggambmkan bahwa seseorang mandiri dalam arti melakukan suatu aktivitas sendiri atan tidak tergantung, namun juga terlibat "aktif" dalam proses belajamya Selain itu, anak yang SR-uya tinggi dapat mengontrol aktivitas yang dilakakannya dengan mengarah kepada suatu tujuan, sehingga prestasi belajarnya optimal (Sc~uuk & Zimmerman, 1994). Deri uraian di atas kita melihat betapa peulingsya seorang anak memiliki SR. Namun SR itu sendiri perlu dipelajari, seiring dengan peudupat yang mengatakan bahwa "belajar yang efektif" ialah proses yang dipelajari atan bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir (Resnick, 1989). Pertanyaan yang timbul kemudian Ialah dari mana seorang anak dapat mempelajari "cara belajar" yang efektif itu (sehngga ia memiliki SR), hal tersebut tidak tercantum dslam kurikulum di sekolah. Dengan demikian, dapat kita asumsikan bahwa suatu intervensi di luar lingkungan sekolah yang memegang peranan penting dalam pembentukan sikap belajar anak (tennasuk pembeutukan SR), hingga dijumpai anak-anak dengan lingkat SR yang betbeda. Adanya intervensi itu tampaknya diperkirakan berasal dari lingkungan rumah, atau orangtua, hasil dari berbagai penelitian menemukan bahwa keterlibatan onmgtua dalam proses belajar anak: memegang penman penting dalam meraih prestasi belajar yang optimal (Henderto, 1987; Bloom, 1985; Cllllk. 1933; Clark, 1987; dalarn Wlodkowski & Jayues, 1990). Bentuk dukungnn psikologis dari lingkungan sosial si anak bimbingan ataupun pangarahan dari orang dewasa (oranggtua), yang dikenal dengan istilah guided participation (Rogofl; 1990; dalam Miller, 1993), Menurnt Vygolsky, 1978, bimbingan yang dilakukan oleh orang dewasa (oranggtua) dalam rangka mengaktualisasi potensi yang berada dalam rentangan Zone of Proximal Development (Zl'D). Vygoteky menggambarkan betapa pentingnya keterlibatan orang dewasa dalaro mengoptimalkan perkembangan anak. Keterlibatan orang dewasa dalam situasi sehari-hari dapat dilihat dari pengasuhan terhadap anaknyn. Pengasuhan secant umumdapat diidentikkan dengan pola asah. Pola asub belum tentu sama efektifnya atau belum pasti sama positifnya bagi semua imadisi social budaya Berdasarkan beberapa alasan di atas, peneliti tertarik untuk meneropong sejauh mana orang dewasa - dalam hal ini ornngtua diIndonesia (kltususnya pada populasi yang nkaa ditcliti) mengasah anaknya, agar terbentuk ketrampilan SR yang tinggi pada anak. Di sampiog itu, upa saja kODdisi yang barns ada (necessary conditions) sehubungan dengan terbentuknya SR yang tinggi. Subyak yang akan digunakan dalam pengambilan data penelitian ini adalah anak yang berusia sekitar 12 tahun atau siswa SLTP kelas- di suatu sekolah di wilayah DKI, dan orang tuanya. Adapun pangambilan sampel dilakukan "Insidental sampling. lnstrumen penelitian yang akan diganakan dalam penelitian ini adalah kerangka wawancara tingkat SR anak yang dikembengkan berdasarkan konsep Grow (1991). Selain itu peneliti akan melakukan wawancara mendalam untuk menggali apa saja yang Dikalukan oleh orang tua terbadap anaknya yang berkaitan dengan pengasahan. Instrument tersebut dikembangkan berdasarlom teori pola asuh dari Banmrind, 1968 den Maccoby, 1980 (dalam Berns, 1985), ser1a teori SR dari Zimmenmm (dalaro Scimak &. Zimmetmllll, 1994). Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan, kareoa terbatasnya jumlah obyek. Namun dari penetitian ini minimal diperoleh wawasan, tentang adanya suatu kecenderungan-kecenderungan pada snbyek yang memiliki karakteristik tertentu. yaitu tampak kecenderangan pola asuh yang antoritatif (detuokrada) pada oranglw! yang memiliki anal: dengan SR tinggi. Necessary conditions pada peogasuhan orang tua dari anak yang memiliki SR tinggi dari hasil penelitian ini ada beberupa faktor, yaitu: aspek ~ penerapan disiplin yang tegas dan fleksibel, konsistensi tindak orangtua, serta adanya kebebasan bagi anak untuk menentukan materi yang nkaa dipelajari dan kapan anak belajar. Bagi pihak yaag ingin melakukan penelitian lanjutan, agar meningkatkan jumlab snbyek, lebih mengontrol yang dapat mempengaruhi hasil penelitian dan menggunakan metode kuantitatif untuk mengkonfirmasi seluruh hasil penelitian yang telah ditemukan, serta menggunakan sumber yaag lebih lengkap ( ayah & ibu diikutsertakan sebagai subyek penelitian) agar diperoleh hasil penelitian yang komptensif.