Format: | Bachelors |
---|---|
Terbitan: |
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
, 2005
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20324963-S24319-lusiana dwi susanti.pdf |
Daftar Isi:
- Pengembangan sistem perbankan syariah sebagai wujud “dual banking system” di Indonesia merupakan sesuatu yang tak terhindarkan. Perbankan syariah sebagai suatu lembaga keuangan merupakan bank yang menyalurkan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, di antaranya murabahah. Murabahah merupakan transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati antara bank dan nasabah. Pada umumnya murabahah menguasai sebagian besar dari total pembiayaan yang disalurkan bank syariah. Permasalahan kemudian muncul setelah keluarnya Surat Dirjen Pajak No. S-243/PJ.53/2003 dan Surat No. S-1071/PJ.53/2003 pada pertengahan tahun 2003 lalu yang isinya menjelaskan bahwa transaksi murabahah pada perbankan syariah merupakan obyek PPN. Permasalahan ini juga dialami oleh Bank Internasional Indonesia (BII) Syariah yang berdiri pada tanggal 23 Mei 2003. BII Syariah menyalurkan murabahah lebih dari 50% dari total pembiayaan yang disalurkan. Berdasarkan studi kepustakaan yang didukung dengan wawancara dengan pihak terkait, dapat disimpulkan bahwa transaksi murabahah merupakan obyek PPN karena terdapat proses jual beli yang menimbulkan adanya penyerahan BKP yang merupakan obyek PPN. Terdapat perbedaan pendapat antara pihak BII Syariah dan pihak Dirjen Pajak mengenai permasalahan ini. Perbedaan tersebut terjadi karena ada perbedaan penafsiran terhadap undang-undang perbankan dan undang-undang perpajakan. Pemerintah harus menanggapi permasalahan ini dengan secepatnya melakukan harmonisasi terhadap undang-undang yang saling berkaitan satu sama lain. Dengan demikian, perbedaan penafsiran antara pihak-pihak yang terkait dapat dihindarkan sehingga tercipta kepastian hukum mengenai permasalahan ini.