Aspek hukum perikatan dan jaminan kebendaan dalam penerapan pembiayaan sekunder perumahan di Indonesia
Format: | Bachelors |
---|---|
Terbitan: |
[, Fakultas Hukum Universitas Indonesia]
, 2007
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20322597-S21433-Mohammad Muslim B.pdf |
Daftar Isi:
- Harga Jual rumah siap huni yang tidak sebanding dengan tingkat daya beli masyarakat mengakibatkan sebagian besar masyarakat Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhannya akan tempat tinggal. Untuk memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan rumah siap huni maka industri perbankan menyediakan jasa perbankan berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang memungkinkan masyarakat membeli rumah dengan cara angsuran. Akan tetapi KPR yang berjangka waktu panjang berpotensi menyebabkan mismatch funding pihak bank pemberi kredit. Hal ini disebabkan karena bank pemberi kredit memperoleh pemasukan dari kredit jangka pendek yang dihimpun bank melalui jasa perbankan konvensional seperti tabungan, giro dan deposito. Untuk mengatasi mismatch funding tersebut, maka digunakanlah lembaga Pembiayaan Sekunder Perumahan atau Secondary Mortgage Facility (SMF) sebagai alternatif sumber dana perbankan untuk pembiayaan KPR. SMF sendiri adalah penyelenggaraan kegiatan penyaluran dana jangka menengah dan/atau panjang kepada Kreditor Asal dengan melakukan Sekuritisasi. Pelaksanaan SMF tersebut ternyata belum dapat terwujud karena terbentur beberapa permasalahan yaitu apakah perikatan yang timbul dalam pelaksanaan SMF telah sesuai dengan syarat-syarat sahnya perjanjian dalam KUH Perdata, apakah regulasi hukum tanah khususnya pendaftaran tanah dapat mengakomodir perpindahan EBA dari satu investor ke investor lainnya dan apakah KPR yang hanya dijaminkan dengan SKMHT dapat dikonversi menjadi EBA dalam proses sekuritisasi SMF? Jawaban atas permasalahan tersebut adalah perikatan yang timbul dalam pelaksanaan SMF telah memenuhi syarat-syarat sahnya perikatan seperti diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata. Hanya yang perlu diperhatikan, peralihan piutang dari originator kepada issuer harus dilakukan secara cessie. Regulasi hukum pertanahan khususnya pendaftaran tanah dapat menghambat pelaksanaan SMF karena proses pendaftaran tanah saat ini masih dilakukan warkat per warkat. Solusinya dengan memanfaatkan wali amanat sebagai lembaga penitipan kolektif. Sedangkan KPR yang dijamin dengan SKMHT tidak dapat dikonversi menjadi EBA, sehingga diperlukan standarisasi KPR.