Analisa yuridis terhadap putusan pengadilan dalam perkara merek yang memiliki persamaan pada pokoknya (putusan No. 02/merek/2002/PN.NIAGA.JKT.PST dan putusan No. 21/merek/2002/PN.NIAGA.JKT.PST) / Rony Suata

Main Author: Rony Suata, author
Format: Masters Bachelors
Terbitan: , 2006
Subjects:
Law
Online Access: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-11/20269069-T37838-Rony Suata.pdf
Daftar Isi:
  • <b>ABSTRAK</b><br> Salah satu hal yang menjadi penyebab ditolaknya permintaan pendaftaran merek oleh Dirjen HKI yaitu apabila merek yang diajukan pendaftarannya dianggap memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek milik pihak lain yang sudah didaftarkan. Walaupun demikian kenyataannya di dalam masyarakat sering kali dijumpai dua buah merek yang beredar di pasaran yang memiliki persamaan pada pokoknya, dimana hal ini tidak menutup kemungkinan timbulnya gugatan mengenai masalah tersebut ke pengadilan. Lain halnya dengan merek yang memiliki persamaan secara keseluruhan, dalam upaya memberikan perlindungan baik terhadap pemilik merek yang berhak maupun terhadap konsumen, pengadilan menganggap perkara sengketa merek yang memiliki persamaan pada pokoknya bukan merupakan perkara yang mudah didalam pemecahannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa rumusan UU Merek 2001 mengenai batasan terhadap suatu merek yang dianggap memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek pihak lain masih sangat jauh dari konsep yang seharusnya. Peraturan yang ada saat ini masih sangat memungkinkan untuk menyebabkan terjadinya penafsiran yang sifatnya subjektif, sehingga dapat melahirkan putusan pengadilan yang dirasa belum dapat memberikan kepastian hukum yang berkeadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Kejelian, kehatihatian serta pengalaman seorang hakim dalam memeriksa perkara-perkara merek yang memiliki persamaan pada pokoknya sangatlah diperlukan. Hakim dalam memutus suatu perkara merek berdasarkan adanya persamaan pada pokoknya kiranya harus selalu ingat bahwa konsep persamaan pada pokoknya adalah kebingungan yang menyebabkan kekeliruan dari pembeli tentang sumber suatu produk. Para pembeli dari barang-barang bersangkutan tidak seperti sang hakim yang mengadili perkara ini yang akan memperoleh kesempatan untuk menjejerkan kedua merek bersangkutan dihadapannya. Para pembeli hanya mempunyai suatu kesan dari merek yang pernah dilihatnya tetapi bukan suatu gambaran yang jelas tentang semua bagian-bagian dari merek itu. Makanya kesan dari merek-merek yang tinggal dalam ingatan publik adalah kesan pada keseluruhannya dari merek-merek tersebut. Jadi, detail dari pada merek-merek itu umumnya tidak diingat oleh publik pembeli barang bersangkutan. Yang terpenting adalah bahwa pada waktu melakukan perbandingan antara kedua merek bersangkutan ini, harus diingat apakah bagi khalayak ramai atau si pembeli barang hanya teringat pada merek bersangkutan dalam garis-garis besarnya saja. Jadi pada umumnya, karena banyak sekali merek-merek dalam praktek perdagangan sehari-hari, maka si pembeli tidak terlalu memperhatikan dan tidak sadar tentang adanya perbedaan-perbedaan kalau kesan pada umumnya itu sudah merupakan persamaan, maka dalam menentukan apakah suatu merek memiliki persamaan pada pokoknya atau tidak, maka merek-merek yang bersangkutan harus dipandang pada keseluruhannya. Dalam menentukan ada atau tidaknya persamaan pada pokoknya dari dua buah merek, selain masalah peraturan dan aparatur yang kurang mendukung, budaya hukum masyarakat kita saat ini masih belum menyadari bahwa merek merupakan suatu hal penting dan bernilai ekonomi. Selain itu sarana dan prasarana yang ada ditiap-tiap lembaga, antara lain baik itu pada Ditjen Merek maupun pengadilan masih kerap kali menggunakan sistem yang bersifat konvension <hr> <b>ABSTRACT</b><br>