Tinjauan yuridis atas jaminan fiducia berkaitan dengan ketentuan angka 2 surat edaran departemen hukum dan hak asasi manusia Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum No.: C.HT.01.10.22 Tanggal 15 Maret 2005 tentang Standarisasi Pros
Main Author: | Nova Faisal, author |
---|---|
Format: | Masters Bachelors |
Terbitan: |
, 2005
|
Online Access: |
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2017-3/20268535-T37801-Nova Faisal.pdf |
Daftar Isi:
- <b>ABSTRAK</b><br> Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, jaminan fidusia adalah Penyerahan hak milik secara kepercayaan, fidusia dalam perkembangannya timbul penekanan pada aspek kebendaannya terhadap hak perseorangan. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia pada tanggal 15 Maret 2005 mengeluarkan Surat Edaran Nomor:C.HT.01.10-22 tentang Standarisasi Prosedur Pendaftaran Fidusia yang dialamatkan ke Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di seluruh Indonesia ("Surat Edaran")/ yang pada angka 2-nya memberikan penekanan khusus terhadap pengecekan data benda objek jaminan fidusia, yang merupakan hak kebendaan dengan hak perorangan. Ternyata ditemukan kendala-kendala berkaitan dengan penafsiran secara yuridis yang dapat dipaparkan sebagai argumentasi hukum, khususnya ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Jaminan Fidusia dan implementasi ketentuan angka 2 Surat Edaran dalam penciptaan kepastian hukum. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang menitikberatkan pada data kepustakaan khususnya peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan Lembaga Jaminan Fidusia. Data diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak-pihak terkait untuk kemudian dianalisis secara normatif kualitatif untuk memperoleh kejelasan masalah yang hendak dibahas. Surat Edaran tersebut bertujuan untuk lebih memantapkan kinerja pranata fidusia secara lebih optimal. Tetapi dikarenakan tidak terdapatnya pemaparan dalam Surat Edaran dimaksud, yang relatif dapat dipahami secara mudah dan cepat, mengakibatkan timbulnya berbagai macam penafsiran. Keadaan semacam ini menimbulkan kendala bagai para pengusaha, notaris dan pihak terkait lainnya, oleh karenanya dapat diberlakukan asas lex specialis derogat legi generalis. Maksud dari asas ini adalah apabila tidak terdapat ketentuan yang bersifat khusus mengatur, maka yang berlaku adalah ketentuan yang bersifat umum. Fase rechtsvinding dan rechtsvorming, yaitu fase dimana dilakukan penelusuran hukum dan pembentukan hukum guna memberikan solusi terhadap minimnya peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai pranata lembaga jaminan, khususnya lembaga fidusia di Indonesia.