ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA GUGATAN SEDERHANA DALAM PERKARA GUGATAN WANPRESTASI DI PENGADILAN NEGERI
Main Author: | NPM. A2021161030, NESY INDAH JANUARISMA, SH. |
---|---|
Format: | Article info application/pdf eJournal |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
Jurnal NESTOR Magister Hukum
, 2018
|
Online Access: |
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/nestor/article/view/30361 http://jurnal.untan.ac.id/index.php/nestor/article/view/30361/75676579560 |
Daftar Isi:
- ABSTRAK Tesis ini berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana Dalam Perkara Gugatan Wanprestasi di Pengadilan Negeri”. Melalui studi kepustakaan dengan menggunakan metode pendekatan hukum normatif diperoleh kesimpulan, secara eksplisit PERMA Nomor 2 Tahun 2015 merupakan implementasi dari Hukum Acara Perdata (HIR dan RBg). Namun jika dikaji lebih dalam, maka PERMA Nomor 2 Tahun 2015 masih terdapat ketidaksesuaian dengan Hukum Acara Perdata yang diatur dalam HIR dan RBg, khususnya dalam hal: (1) Syarat penggugat dan tergugat harus dalam satu domisili pengadilan yang sama untuk bisa menggunakan mekanisme gugatan sederhana tidak sejalan dengan prinsip pengajuan gugatan dalam Hukum Acara Perdata biasa yang mengenal asas actor sequitur forum rei, yaitu gugatan diajukan ke pengadilan yang menguasai daerah hukum tempat tinggal tergugat; (2) Tidak adanya upaya hukum atas penetapan hakim yang menyatakan bahwa gugatan bukan termasuk gugatan sederhana pada pemeriksaan pendahuluan juga tidak sesuai dengan prinsip pembuktian dan asas hakim bersifat pasif yang selama ini dianut oleh Hukum Acara Perdata.; (3) Tidak adanya tahap jawab menjawab dalam penyelesaian gugatan sederhana, khususnya mengenai kesempatan untuk mengajukan eksepsi memperlihatkan proses peradilan tidak lagi seimbang memberikan kesempatan kepada para pihak yang sedang berperkara untuk mempertahankan haknya. Padahal dalam Hukum Acara Perdata dikenal asas mendengarkan kedua belah pihak (asas audi et alteram partem). Adapun kendala-kendala dalam mengajukan gugatan sederhana dalam perkara wanprestasi di Pengadilan Negeri, antara lain sebagai berikut: (a) Ketentuan bahwa para pihak yang bersengketa harus berada di wilayah yang sama. Hal ini tentunya dapat menjadi penghalang bagi pencari keadilan yang hendak menggugat namun berdomisili di wilayah yang berbeda dengan Tergugat; (b) Dalam prakteknya tidak mudah untuk menentukan perkara yang diajukan penggugat adalah murni perkara sederhana, karena pasti ada keterkaitan dengan obyek sengketa lainnya; (c) Dalam gugatan sederhana dinyatakan tidak diperkenankan adanya eksepsi di dalam surat jawaban; dan (d) PERMA Nomor 2 Tahun 2015 tidak menganut konsep verstek dan verzet seperti dalam gugatan biasa. Hal ini tentu saja bisa menjadi kendala bagi tergugat dalam melakukan upaya hukum keberatan. Putusan atas keberatan yang diatur dalam PERMA Nomor 2 Tahun 2015 ini menutup kemungkinan adanya kesempatan untuk mengajukan upaya hukum banding, kasasi maupun peninjauan kembali. Upaya untuk mengatasi kendala-kendala dalam mengajukan gugatan sederhana dalam perkara wanprestasi di Pengadilan Negeri adalah dengan melakukan beberapa perbaikan (revisi) pada PERMA Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, khususnya mengenai domisili hukum, penggunaan kuasa hukum, upaya hukum atas penetapan hakim yang menyatakan bahwa gugatan bukan termasuk gugatan sederhana, pemilahan gugatan secara teliti antara gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, dan masalah eksepsi. Kata Kunci: Peraturan Mahkamah Agung, Gugatan Sederhana, Wanprestasi, Pengadilan Negeri. ABSTRACT This thesis is entitled “Juridical Analysis of Supreme Court Regulation (PERMA) No. 2 of 2015 on Procedures for Settlement of Simple Claims in Cases of Tort Lawsuit in District Court”. Through literature study using normative legal approach approach, conclusion, explicitly Supreme Court Regulation No. 2 of 2015 is an implementation of Civil Procedure Code (HIR and RBg). However, if examined more deeply, then Supreme Court Regulation No. 2 of 2015 there is still inconsistency with the Civil Procedure Law regulated in HIR and RBg, especially in the case of: (1) Plaintiff’s requirement and the defendant must be in the same court domicile to be able to use simple lawsuit mechanism is not in line with the principle of filing a lawsuit in the Ordinary Civil Procedure Law which recognizes the principle of actor sequitur forum rei, namely the lawsuit filed to a court that controls the legal area of the defendant’s residence; (2) The absence of a legal remedy on the judge’s stipulation stating that the lawsuit does not include a simple suit on the preliminary examination is also inconsistent with the principle of evidence and the principle of a passive judge which has been adopted by the Civil Procedure Code; (3) The absence of answering stage in the settlement of a simple lawsuit, particularly regarding the opportunity to file an exception, shows that the judicial process is no longer in balance provides an opportunity for the parties in litigation to defend their rights. Whereas in the Civil Procedure Law known the principle of listening to both parties (the principle of audi et alteram partem). The obstacles in filing a simple lawsuit in a case of default in the District Court are as follows: (a) The provision that the parties to the dispute must be in the same territory. This can be a barrier for justice seekers seeking to sue but domiciled in a different territory than the Defendant; (b) In practice it is not easy to determine the case of the plaintiff is purely a simple matter, since there must be a connection with another disputed object; (c) In a simple lawsuit it is stated that no exception shall be permitted in the response letters; and (d) Supreme Court Regulation No. 2 of 2015 does not adhere to the concept of verstek and verzet as in the ordinary lawsuit. This of course can be an obstacle for the defendant in making a legal objection. The decision on the objections set forth in Supreme Court Regulation No. 2 of 2015 covers the possibility of an opportunity to file an appeal, cassation or review appeal. Efforts to overcome the obstacles in filing a simple lawsuit in the case of default in the District Court is to make some revisions to Supreme Court Regulation No. 2 of 2015 on Procedures for Settlement of Simple Claims, especially regarding legal domicile, the use of legal counsel, a judge stating that the lawsuit does not include a simple lawsuit, careful sorting of the lawsuit between infringement lawsuits and unlawful acts, and exceptional issues. Keywords: Supreme Court Regulation, Simple Claim, Tort, District Court.