KARAKTERISTIK HASIL PEMERIKSAAN SKIN PRICK TEST PADA PASIEN YANG BEROBAT DI POLIKLINIK THT RSUP. DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE JULI - DESEMBER 2012

Main Author: Santi, Santi
Format: Thesis NonPeerReviewed Image Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2013
Subjects:
Online Access: http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/8340/
Daftar Isi:
  • ABSTRAK Latar Belakang: Insiden penyakit alergi (asma, rhinitis alergi, dermatitis atopic) semakin meningkat. Penelitian tentang prevalensi alergi telah banyak dilakukan di berbagai negara dengan menggunakan kuesioner standard internasional International Study Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC). Berdasarkan hasil survey di Semarang dengan kuesioner ISAAC pada anak sekolah dasar usia 6-7 tahun didapatkan jumlah kasus alergi berturut-turut meliputi asma sebanyak 8,1%, rhinitis alergi sebanyak 11,5% dan eksim sebanyak 8,2%. Secara umum, gejala rhinitis alergi dan reaktifitas tes kulit cenderung berkurang seiring dengan meningkatnya usia. Alergi makanan dan anafilaksis lebih banyak pada anak-anak. Beberapa anak dapat terjadi peningkatan reaksi alergi terhadap makanan tertentu, atau sebaliknya reaksinya dapat menghilang seiring dengan waktu. Maka dari itu focus penelitian ini meliputi karakteristik hasil pemeriksaan skin prick test pada pasien yang berobat dengan diagnosa THT yang telah ditentukan. Metode: Penelitian ini menggunakan metode studi epidemiologi deskriptif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data rekam medik Poli THT Rumah Sakit Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo. Hasil: Penelitian menunjukkan bahwa dari 54 penderita yang melakukan tes alergi skin prick test di poliklinik THT RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, sebanyak 36 orang penderita memiliki kriteria diagnosa THT yang ditentukan yaitu rhinitis alergi, rinosinusitis kronik, dan polip hidung. Berdasarkan umur penderita, sebanyak 21 penderita (58.3%) berusia antara 16-25 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 20 penderita (55.6%) adalah perempuan. Berikutnya pegawai negeri sipil (25.0%) dan pelajar/mahasiswa (25.0%) adalah pekerjaan terbanyak yang tercatat. Sebanyak 14 penderita dengan pendidikan strata 1,2,3 (38.9%) merupakan tingkat pendidikan terbanyak yang melakukan tes alergi, diikuti 12 penderita (33.3%) dengan pendidikan tamat SMA/sederajat. Berdasarkan riwayat keluarga yang menderita alergi hanya 5 penderita (13.9%) yang memiliki riwayat keluarga. Berdasarkan diagnosa THT yang ditentukan, 27 penderita (75.0%) adalah rinosinusitis kronik, 8 penderita (22.2%) adalah rhinitis alergi, dan 1 penderita (2.8%) adalah polip hidung. Alergen inhalan yang terbanyak adalah tungau debu rumah (9.4%) diikuti oleh debu rumah (9.1%), serpih kulit manusia (8.9%), dan kecoa (8.6%). Untuk allergen ingestan yang terbanyak adalah kacang tanah (5.4%) dan kepiting (5.4%), diikuti oleh teh, kacang mete, dan coklat (masing-masing 5.1%). Kesimpulan: Penderita yang melakukan tes alergi paling banyak memiliki umur dalam interval > 25 tahun, yakni sebanyak 58.3%. Jumlah penderita yang melakukan tes alergi lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan daripada laki-laki. Penderita yang melakukan tes alergi paling banyak memiliki pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil dan pelajar/mahasiswa sebanyak 50%. Penderita yang melakukan tes alergi paling banyak memperoleh pendidikan hingga strata 1,2,3 sebanyak 38.9% dan tamat SMA/sederajat sebanyak 33.3%.Penderita yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita alergi sebanyak 36.1%. Diagnosa THT terbanyak dari penderita adalah rinosinusitis kronik sebanyak 75.0%. Jenis alergen inhalan yang paling banyak memberikan hasil tes alergi positif yaitu tungau debu rumah sebanyak 9.4%, sedangkan alergen ingestan yang paling banyak yaitu kacang tanah dan kepiting, masing-masing sebanyak 5.4%.