STATUS HUKUM PEMISAHAN KEKAYAAN PERUSAHAAN PERSERO BUMN YANG DINYATAKAN PAILIT

Main Author: Yunus, Andi Muhammad Ryas
Format: Thesis NonPeerReviewed Image Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2020
Subjects:
Online Access: http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/11561/
Daftar Isi:
  • Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk penyelesaian perkara kepailitan oleh Perusahaan Persero BUMN khususnya pada status kekayaannya yang saat ini masih menjadi bahan perdebatan oleh kalangan akademisi maupun oleh kalangan praktisi hukum itu sendiri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer berupa UU Kepailitan dan PKPU dan Putusan Nomor 43 PK/pdt.Sus-Pailit/2019, dan bahan hukum sekunder, berupa buku hukum, skripsi, jurnal serta hasil wawancara dengan beberapa praktisi hukum yang selanjutnya dianalisis menggunakan metode deskriptif untuk menjelaskan, menguraikan, sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini. Adapun polemik norma antara UU BUMN dengan UU Keuangan Negara yang telah diteliti oleh penulis menunjukkan bahwa (1) PT. Kertas Leces ialah BUMN Persero yang dapat dimohonkan pailit, karena seluruh modalnya memang berasal dari kekayaan negara “yang dipisahkan” melalui penyertaan modal secara langsung, namun status kekayaannya terbagi atas saham dan tidak bergerak untuk kepentingan publik, berdasar pada Pasal 2 ayat (5) (UUK-PKPU). Selanjutnya dengan berdasar pada Fatwa Mahkamah Agung Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 dan Pasal 291 jo. Pasal 170 jo. Pasal 171 (UUK-PKPU), yang menegaskan bahwa kekayaan BUMN Persero terpisah dengan Kekayaan Negara dan mengharuskan PT. Kertas Leces pailit akibat pembatalan perjanjian perdamaian, maka demi hukum Hakim memutus pailit PT. Kertas Leces dengan mengenyampingkan UU Pembendaharaan Negara dengan UU Keuangan Negara dengan segala akibat hukumnya. (2) Pailitnya PT. Kertas Leces ini berakibat berlakunya sita umum atas seluruh harta debitor diakibatkan karena pembatalan perjanjian perdamaian sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 Angka 1 (1) jo Pasal 21 (UUK-PKPU) , debitor juga kehilangan hak untuk mengurus hartanya. Oleh karena kekayaan BUMN bukan milik negara maka oleh pengadilan dapat dilakukan penyitaan baik sita jaminan atau sita eksekusi untuk kepentingan suatu perkara perdata.