SAH TIDAKNYA PENETAPAN STATUS TERSANGKA OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) YANG DIAJUKAN SEBAGAI ALASAN PRA PERADILAN DITINJAU DARI HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA (STUDI TERHADAP PUTUSAN NOMOR: 04/PID.PRAP/2015/PN.JKT.SEL – PRA PERADILAN BUDI GUN
Main Authors: | Tarigan, Randa Morgan; Monmouth University, Kalo, Syafruddin, Lubis, Rafiqoh |
---|---|
Format: | Article info application/pdf eJournal |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
Jurnal Mahupiki
, 2016
|
Online Access: |
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/jmpk/article/view/12881 https://jurnal.usu.ac.id/index.php/jmpk/article/view/12881/5606 |
Daftar Isi:
- ABSTRAK Randa Morgan Tarigan* Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum** Rafiqoh Lubis, SH,M.Hum*** Praperadilan dibentuk oleh KUHAP untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia dan agar para aparat penegak hukum menjalankan tugasnya secara konsekwen. Dengan adanya lembaga praperadilan, KUHAP telah menciptakan mekanisme kontrol yang berfungsi sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan pengawasan bagaimana aparat penegak hukum menjalankan tugas dalam peradilan pidana. Dalam hal penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, KPK merupakan lembaga yang lewat amanah Undang-Undang berwenang dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka guna proses penyidikan dan penyelidikan tindak pidana korupsi. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini yaitu bagaimana mekanisme penetapan status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan bagaimana sah-tidaknya penetapan status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan sebagai alasan Praperadilan ditinjau dari Hukum Acara Pidana di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif melalui penelitian kepustakaan (library research). Hasil dari proses penyelidikan merupakan penentu penetapan status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemeriksaan tindak pidana korupsi akan ditingkatkan ke penyidikan setelah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti. Sebelumnya, sah-tidaknya penetapan status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah bukan merupakan objek praperadilan dan bukan pula wewenang pengadilan untuk mengadili. Tetapi, pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 praperadilan telah berwenang memeriksa sah atau tidaknya penetapan status tersangka. Hal ini merupakan sebuah pembaruan dalam hukum acara pidana di Indonesia.