PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA/TERDAKWA TERORISME DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA DALAM PERSPEKTIF PELAKU
Main Authors: | Darmadi Djufri, Enni Merita |
---|---|
Format: | Article Journal |
Terbitan: |
, 2021
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://zenodo.org/record/4979109 |
Daftar Isi:
- Perlindungan hak asasi tersangka/terdakwa dalam sistem peradilan pidana Indonesia dalam perspektif pelaku belum menganut prinsip keseimbangan antara teori Crime control model dan teori due process model yang disesuaikan dengan Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Ditengahsulitnyamencaribukti-buktidanpengejaranterhadaptersangka, polisi memiliki alternatif lain dalam mencari kebenaran. Yaitu pengakuan tersangka yang sudah tertangkap. Tersangka suatu kasus kriminal, kecil kemungkinan mengungkapkan apa yang telah dilakukan atau apa yang direncanakan kelompoknya. Untuk mendapatkan pengakuan tersangka, banyak cara yang bisa dilakukan oleh penyidik. Antara lain melalui paksaan, ancaman bahkan tidak sedikit yang berakhir dengan kekerasan fisik atau penyiksaan, tetapi kita tidak boleh lepas dari asas yang dianut di Indonesia mengenai asas Praduga Tak Bersalah, dan terhadap pelaku Terorisme pun, asas ini juga harus diterapkan, tetapi tetap bahwa kita mengedepankan asas Lex Spesialeis Derogat Lex Generale. Dalam sistemperadilan pidana di Indonesia, mekanisme peradilan pidanasebagai suatu proses yang disebut sebagai Kriminal Justice Process yang dimulai dari penyidikan, penangkapan, penggeledahan, penahanan, penuntutan.Implementasi hak asasi manusia dalam sistem peradilan pidana Indonesia sudah mengatur mengenai hak tersangka dan terdakwa, dan juga dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah, namun demikian belum secara jelas dan lengkap menjamin proses kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi terhadap perlindungan hak tersangka/terdakwa yang diduga sebagai pelaku tindak pidana terorisme.