Perkembangan Perminyakan Indonesia: Pertamina Menghadapi Krisis Keuangan dan Korupsi Pada Era Booming Minyak Tahun 1966-1976
Main Author: | Zaenab, Umi |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed application/pdf |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints2.undip.ac.id/id/eprint/4152/1/Umi%20Zaenab.pdf https://eprints2.undip.ac.id/id/eprint/4152/ |
Daftar Isi:
- Skripsi dengan judul Perkembangan Perminyakan Indonesia: Pertamina Menghadapi Krisis Keuangan dan Korupsi pada Era Booming Minyak 1966-1976. Masalah yang akan dikaji yaitu: 1) Bangkitnya Perkembangan perusahaan perminyakan Indonesia sebelum tahun 1965; 2) Bagaimana posisi pertamina setelah adanya kontrak bagi hasil dalam perdagangan minyak dan internasional, meskipun Indonesia mengalami era booming minyak. 3) Mengapa Pertamina menghadapi krisis keuangan tahun 1974-1975; 4) Bagaimana usaha-usaha Pemerintah menghadapi krisis tersebut. Untuk mengkaji masalah tersebut digunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu; a) heuristik, mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah, baik sumber primer maupun sumber skunder. b) kritik sumber, proses yang dilakukan untuk mendapatkan otentisitas dan kredibilitas sumber. c) interpretasi menafsirkan dan menyusun antara fakta satu dengan lainya. d) historiografi, proses penulisan kembali peristiwa sejarah. Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan ilmu politik dan ilmu ekonomi untuk mengkaji kebijakan kebijakan pemerintah untuk mengatasi krisis keuangan pertamina dan menganalisis apa saja yang menjadi penyebab krisis keuangan pertamina di bawah pimpinan Ibnu Sutowo. Sejak tahun 1968 Pertamina menjadi satu-satunya Perusahaan Milik Negara yang mengelola penambangan minyak di Indonesia. Pertamina diharapkan mendukung program dan lembaga Pemerintah Orde Baru dalam pelaksanaan Pembangunan. Embargo minyak OPEC berdampak pada industri minyak Indonesia, dan membuat era booming minyak sekitar 1970 hingga 1973. Peningkatan devisa melalui sektor minyak telah meningkat sebesar 70%. Namun pada akhir 1974 hingga 1975, Pertamina masuk ke masa krisis. Karena Pertamina tidak bisa melunasi utang jangka pendek dan jangka panjang. Selain itu, ada indikasi korupsi yang dilakukan oleh dewan direksi Pertamina yang menyebabkan utang Pertamina dalam jumlah besar. Krisis Pertamina ini diawali dengan pengungkapan Pertamina telah gagal membayar hutang pada waktu yang telah dijadwalkan. Perkiraan nilai aset yang diakuisisi dan biaya kotor akuisisi Pertamina harus diaudit namun Pemerintah Indonesia tidak mempunyai informasi akuntansi dari Pertamina dan Pemerintah Indonesia tidak bisa menembus keuangan Pertamina. Pertamina mengoperasikan enam sistem akuntansi yang tidak terkoordinasi. Pertamina menghabiskan biaya jutaan dolar yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia tetapi tidak diimbangi dengan aset riil. Pemerintah Indonesia mengambil alih dan membayar utang jangka pendek dan jangka panjang Pertamina yang jumlahnya sangat besar sebelum akhir September 1975. Dengan demikian negara harus menanggung beban krisis utang yang tinggi.