KEDUDUKAN TANAH DRUWE DESA YANG TELAH DISERAHKAN KEPADA PERORANGAN DALAM SISTEM PERTANAHAN NASIONAL

Main Author: Mahaputra, Komang Bagus Ida
Format: Article application/pdf eJournal
Bahasa: ind
Terbitan: Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum , 2015
Online Access: http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/843
Daftar Isi:
  • Abstract This dual nature was ended with the creation of Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Undang-Undang Pokok-pokok Agraria, “UUPA” for short). Under UUPA (Article 19), it is stipulated that to ensure legal certainty, all claims on land must be registered. Also in the Terms of Conversion Articles, it is stipulated that claims on existing land before UUPA was created were to be converted into existing land claims or otherwise in accordance to land claims as in the UUPA. Based on this situation, a problem can be deduced: “Can Village Lands (Tanah Druwe Desa) can be given one of the claims in the UUPA, and what is the basis of the claim holder on the village land for advancing a claim on the land?” This writing aims to determine what is the background of On the other hand, claims on village lands owned by a collective (customary village). The research method utilized in this piece is a normative legal research with a statute approach, conceptual approach, and a case study approach. Based on the research, claims on village lands owned by individuals can be converted into claims in line with the UUPA as long as they meet the necessary requirements in Article 20 of the UUPA. On the other hand, claims on village lands owned by a collective (customary village) cannot be converted into claims, because a customary village is not a legal entity that can possess claims. Certainly the request for conversion must also fulfill stated requirements. Key words: customary land, conversion, claims registrationAbstrak Dualisme Hukum Adat diakhiri dengan dibentuknya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pengaturan Dasar Pokok Hukum Agrariaatau disebut juga dengan Undang-Undang Pokok Agraria yang disingkat dengan UUPA. Dalam UUPA (Pasal 19) disyaratkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum, maka semua hak atas tanah haruslah didaftarkan. Juga dalam Pasal Ketentuan tentang Konversi ditentukan bahwa hak atas tanah yang ada sebelum UUPA diundangkan, agar dikonversi menjadi hak-hak atas tanah yang ada atau sesuai dengan hak-hak atas tanah dalam UUPA. Berdasarkan atas ketentuan tersebut menimbulkan permasalahan “apakah tanah Druwe Desa dapat dimohonkansalah satu hak yang ada dalam UUPA, serta apa dasar dari pemegang hak atas tanah Druwe Desa tersebut mengajukan permohonan hak atas tanah itu”. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui latar belakangHak atas tanah Druwe Desa yang dikuasai oleh persekutuan (Desa Adat) Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan Undang-undang, pendekatan konseptual serta pendekatan studi kasus. Berdasarkan hasil penelitian bahwa hak atas tanah Druwe desa yang dikuasai oleh perorangan dapat dikonversi menjadi hak milik menurut UUPA sepanjang yang mempunyai hak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 20 UUPA. Sedangkan Hak atas tanah Druwe Desa yang dikuasai oleh persekutuan (Desa Adat) tidak dapat dikonversi menjadi hak milik karena Desa adat bukan merupakan Badan Hukum yang ditunjuk dapat memiliki hak milik. Dan tentu permohonan konversi itu harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Kata kunci: tanah adat, konversi, klaim pendaftaran