KEDUDUKAN HAK MEWARIS WANITA HINDU DALAM SISTEM HUKUM ADAT WARIS DI BALI
Main Author: | Dangin, Ni Luh Gede Isa Praresti |
---|---|
Format: | Article application/pdf eJournal |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
, 2015
|
Online Access: |
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/842 |
Daftar Isi:
- Abstract __________________________________________________________________ Customary inheritance laws are highly related to the kinship system that is followed by the associated indigenous people. The people of Bali follow the patrilineal kinship system where the rightful heir is only the son, while the daughter does not have inheritance rights, and this creates a sense of injustice towards daughters. From this situation, a problem can be deduced: “Are the terms of not giving inheritance rights to daughters appropriate with the development of the indigenous people of Bali, and what actions can be taken so that Balinese daughters may receive inheritance rights?” This writing aims to determine what is the background of considered appropriate for the son, not the daughter. The research method used in the writing of this journal is a normative research with an existential statute approach and conceptual approach. Based on the research, according to the kinship system that is followed, the responsibility of taking care of the parents when they are unable to work and perform their duties rests in the son, while the daughter, upon marriage, exits the family and enters the family of the husband, and as such it is considered appropriate for the son, not the daughter, to become the rightful heir. However, the social reality is that there are several ways that can be taken so that daughters can obtain a part of their parents’ inheritance, namely by allocating some of the inheritances as a gift of marriage called “jiwa dana”, “tetatadan”, or “bebaktan”. The parents can even conduct a ceremony to change the status of “daughters” to become “sons” in what is called “sentana rajeg”, so that the daughter becomes the rightful heir to the inheritance of her parents.Key words: inheritance rights, daughters, bali indigenous law Abstrak __________________________________________________________________ Hukum Waris adat sangat berkaitan dengan sistem kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat adat yang bersangkutan. Pada masyarakat Bali dianut sistem kekeluargaan Patrilinial dimana yang berhak mewaris hanyalah anak laki-laki saja sedangkan anak perempuan tidak berhak untuk mewaris yang menyebabkan rasa ketidakadilan terhadap anak perempuan. Sehingga dari keadaan tersebut menimbulkan masalah “Apakah ketentuan tidak memberikan hak kepada anak perempuan untuk mewaris ini sesuai dengan perkembangan masyarakat hukum adat di Bali, serta tindakan apa yang dapat dilakukan agar anak perempuan di Bali mendapatkan haknya atas harta warisan”. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang mengapa yang mewaris adalah anak laki-laki bukan anak perempuan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang yang ada serta pendekatan konsep. Berdasarkan hasil penelitian, menurut sistem kekeluargaan yang dianut serta tanggungjawab memelihara orang tua bila sudah tidak mampu bekerja dan melakukan kewajiban-kewajibannya ada pada anak laki -laki, sedangkan anak perempuan akan kawin keluar masuk ke dalam keluarga pihak suami, sehingga dianggap sesuai bila yang berhak mewaris adalah anak laki-laki bukan anak perempuan. Tetapi dalam kenyataan sosialnya ada beberapa cara yang dapat ditempuh agar anak perempuan dapat bagian harta warisan orang tuanya yaitu dengan cara memberikan sebagian harta warisan melalui hibah atau hadiah perkawinan yang disebut dengan jiwa dana, tetadan atau bebaktan. Bahkan orang tua dapat melakukan upacara merubah status anak perempuan menjadi berstatus laki-laki yang disebut dengan sentana rajeg, sehingga anak perempuan tersebut menjadi berhak untuk mewarisi harta peninggalan orang tuanya. Kata kunci: hak mewaris, anak perempuan, hukum adat bali