ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DEPOK NOMOR: 02/PDT.G/2010/PN.DPK MENGENAI KEDUDUKAN AHLI WARIS DALAM GUGATAN PENGGANTIAN KERUGIAN NEGARA PADA TINDAK PIDANA KORUPSI
Main Author: | Hendarta, Tony Tri; Fakultas Hukum Universitas Brawijaya |
---|---|
Format: | Article application/pdf eJournal |
Bahasa: | idn |
Terbitan: |
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
, 2014
|
Online Access: |
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/543 |
Daftar Isi:
- Di Indonesia pengaturan hukum waris bukan hanya hukum privat, pengaturan waris juga berkaitan dengan ranah hukum publik. Dalam ranah hukum publik, eksistensi warisan sendiri dapat dipertanggungjawabkan secara pidana apabila berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Pertanggungjawaban ahli waris yang mendapatkan harta warisan dari pelaku tindak pidana korupsi diatur dalam pasal 32, 33, dan 34 undang undang no 31 tahun 1999 jo undang undang no. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pada intinya, ketentuan-ketentuan tersebut meminta pertanggungjawaban ahli waris untuk mengembalikan kerugian negara akibat pewaris terdahulu. Kasus pertanggungjawaban ahli waris akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan pewaris diantaranya kasus Alm. Yusuf Setiawan, tersangka korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di Provinsi Jawa Barat, namun dalam tahap persidangan Yusuf Setiawan meninggal dunia dikarenakan sakit. Secara hukum pidana sesuai dalam KUHP pasal 77 penuntutan perkara atas nama alm. Yusuf Setiawan gugur dan tidak dapat dilanjutkan demi hukum, karena yang bersangkutan telah meninggal dunia dalam tahap persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi. Namun dalam hal ini Negara mengalami kerugian yang diakibatkan tindak pidana korupsi tersebut. Maka dengan cukup bukti Negara melalui Jaksa Pengacara Negara menggugat secara perdata kepada ahli waris Yusuf Setiawan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Kedudukan ahli waris dalam gugatan penggantian kerugian negara pada tindak pidana korupsi dapat dilihat dari beberapa perspektif, yaitu di tinjau dari pertimbangan hakim, perspektif hukum perseroan tentang tanggung jawab direksi, dan perspektif hukum perdata tentang sistem kewarisan. Perlunya melihat dari beberapa aspek hukum dalam memutus suatu perkara dalam hal ini mengenai kedudukan ahli waris terhadap gugatan penggantian kerugian negara pada kasus alm. Yusuf Setiawan, yaitu pada aspek hukum perseroan terbatas, hukum perdata mengenai sistem hukum kewarisan, sehingga majelis hakim dalam memutus perkara pandangan hukum yang luas dan tidak melihat dari satu sisi perspektif hukum saja dalam menerapkan putusan perkara, melainkan ada perspektif lainnya yang dapat dicermati oleh hakim dalam memutus perkara pengantian kerugian negara pada kasus korupsi yang terjadi di PT. Mobilindo Setiajaya dengan terdakwa alm. Yusuf Setiawan yang meninggal dunia, hal ini penting karena sebelum meninggal alm. Yusuf Setiawan menjalankan untuk dan atas nama Perseroan.Kata Kunci: Ahli Waris, Gugatan Penggantian Kerugian Negara